TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Komnas Perempuan diharap ikut mengawal penanganan kasus Rizky Amelia, korban pelecehan dan pemerkosaan oleh eks anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Syafri Adnan Baharuddin--kini calon anggota BPK RI. Pengakuan Amelia telah dikuatkan oleh hasil pemeriksaan Tim Panel Dewan Jaminan Sosial Nasional.
"Lembaga-lembaga itu seharusnya bisa mengawal kasus hingga ke kepolisian untuk melihat proses pidana berjalan dengan baik atau tidak," kata Haris Azhar, kuasa hukum Amelia, Senin 12 Agustus 2019.
Harapan disampaikan setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan tidak dapat menerima gugatan perdata yang diajukan Amelia pada 3 Juli lalu. Belakangan dikabarkan penyelidikan ini di kepolisian pun telah dihentikan per akhir Juli. Kabar diberikan Koordinator Kelompok Pembela Korban Kekerasan, Ade Armando.
"Buat siapapun yang mengenal hukum, dua keputusan ini mengejutkan," kata Ade dalam keterangan tertulis yang dibagikannya.
Sebelumnya, dalam gugatannya di PN Jakarta Selatan, Amelia menuntut ganti rugi immaterial sebesar Rp 1 triliun dan material sebesar Rp 3,7 juta. Angka itu dinilai sepadan dengan beban moral dan stigma buruk yang melekat pada perempuan berambut hitam lurus berusia 27 tahun itu.
Selain kepada Syafri Adnan, gugatan juga diajukan kepada Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Guntur Witjaksono dan anggota lainnya di lembaga itu, M. Aditya Warman.
Terhadap Komnas Perempuan, Haris mengatakan hingga saat ini langkah yang dilakukan hanya membuat catatan sementara. Amelia mendatangi Komnas setelah melaporkan Syafri ke Bareskrim Polri dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) pada Januari lalu. "Abis itu gak ada laporan lagi," kata Haris.
Sementara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dinilai klise. Menurut Haris, tindakan Kementerian dalam kasus ini berbanding terbalik dengan kampanye membela perempuan dan memerangi pelecehan seksual yang sudah digaungkan. "Begitu ada kasus tidak jalan semua," kata dia.
Sebelum terhadap keduanya, Haris juga mengkritik Presiden Jokowi malah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2019 yang memuat pemberhentian dengan hormat Syafri. Menurut dia, keputusan itu justru merugikan Rizky Amelia dalam pengungkapan kasus.
"Amel perlu membuktikan kepada publik bahwa dia diperkosa dan dilecehkan," kata Haris.
Kantor Hukum dan HAM Lokataru pimpinan Haris telah mengajukan gugatan terhadap Kepres Jokowi itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta agar dapat dibatalkan. Sidang hari ini, 13 Agustus 2019, rencananya akan melakukan pemeriksaan saksi.
Amelia mengungkapkan kasus pelecehan dan pemerkosaan itu kepada publik pada 28 Desember 2018. Meminta identitasnya diungkap lengkap demi melawan stigma buruk dan bentuk perlawanan dari korban, Rizky Amelia mengaku dilecehkan secara seksual oleh Syafri selama menjadi sekretaris pribadi dalam kurun 2016 hingga 2018. Sepanjang periode itu, Amelia mengaku mencari perlindungan tapi tidak didapat dari lingkungan tempatnya bekerja sebagai tenaga kontrak itu.
Syafri sendiri telah menampik tudingan itu dengan menyebut 'terjebak' dalam hubungan khusus setelah sebelumnya mengaku banyak membantu sekretarisnya itu dalam berkarir di BPJS. Dihubungi kembali Selasa 13 Agustus 2019, Syafri menolak berkomentar banyak. Dia hanya menyatakan menyerahkan masalah meja hijau kepada pengacaranya. "Untuk saya hanya lose-lose solution. Masalah ini beres pun, tidak akan membangun kembali 'rumah' saya yang sudah runtuh," kata dia.
KOREKSI:
Artikel ini telah diubah pada Rabu 14 Agustus 2019, Pukul 09.46 WIB. Perubahan berupa tambahan pernyataan terbaru dari eks anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Syafri Adnan sebagai tertuduh dari pelecehan seksual dan pemerkosaan Rizky Amelia. Juga mengingatkan kembali kenapa Rizky Amelia menginginkan identitasnya diungkap dalam pemberitaan.