TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung mengabulkan permohonan keberatan hak uji materil dari terhadap Pasal 25 ayat 1 Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum yang memperbolehkan penggunaan jalan sebagai tempat usaha pedagang kaki lima atau PKL. Gugatan itu diajukan oleh anggota DPRD DKI Jakarta terpilih dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya Sarana dan Zico Leonard Djagardo.
"Saya dapat putusan itu sekitar dua hari lalu," kata William saat dihubungi Tempo Rabu, 14 Agustus 2019.
Walau baru diterimanya dua hari lalu, William mengatakan bahwa hakim MA sebenarnya sudah memutus perkara ini pada 18 Desember 2018. Putusan tersebut tersalin dengan Nomor 42 P/HUM/2018.
Dalam amar putusannya, hakim menyatakan objek uji materil yakni Pasal 25 ayat 1 Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 bertentangan dengan aturan di atasnya berupa Pasal 127 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam undang-undang itu, jalan hanya boleh digunakan untuk kegiatan keagamaan, kenegaraan, olahraga dan budaya alias tidak memuat kepentingan pedagang. Sehingga hakim MA menyatakan bahwa Pasal 25 ayat 1 dalam Peraturan Daerah tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum tetap dan tidak berlaku umum.
"Dengan dicabutnya aturan tersebut, Gubernur gak boleh lagi menutup jalan untuk pedagang," kata William.
Wiliam mengatakan, uji materil Peraturan Daerah itu diajukan untuk menyikapi keputusan Gubernur Anies Baswedan yang menutup Jalan Jatibaru dalam upaya menata kawasan Tanah Abang. Seperti diketahui, proses penataan itu berlangsung sejak akhir 2017. Anies dan wakilnya kala itu, Sandiaga Uno menutup Jalan Jatibaru agar PKL bisa berjualan di atasnya. Proses penutupan jalan ini sempat menjadi polemik dan menuai protes mulai dari Kepolisian Lalu Lintas, Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya hingga para sopir angkot. Anies akhirnya membuka Jalan Jatibaru setelah menyelesaikan pembangunan skybridge.
"Harapan saya Gubernur DKI Jakarta tidak bisa lagi berlindung dibalik pasal ini. Putusan tersebut menjadi pukulan keras gubernur agar dapat menertibkan pedagang yang selama ini berjualan di trotoar dan jalan, tidak hanya di Tanah Abang," ujar William.
Menurut William, penggunaan jalan untuk lapak usaha PKL merugikan kepentingan umum yang jauh lebih besar yaitu para pejalan kaki dan kendaraan umum. Selain itu, membiarkan PKL berjualan di jalan dan trotoar dianggap sama dengan menumbuhkan premanisme. Menurut dia, sudah jadi kebiasaan bahwa PKL yang berjualan di jalan dipungut sewa oleh preman. Untuk itu, dia mengimbau pemerintah DKI untuk melakukan lokaliasasi sebagai solusi menertibkan PKL.