TEMPO.CO, Jakarta - Muhammad Taqi, salah seorang pencari suaka asal Iran yang saat ini ditampung di eks Kodim, Kalideres, Jakarta Barat, mengaku telah mengungsi di Indonesia lebih dari 6 tahun. Ia mengaku tak ada niat untuk tinggal di Indonesia dalam waktu lama dan ingin segera menuju negara pemberi suaka, namun sampai sekarang UNHCR belum memberi kepastian kapan ia boleh pergi meninggalkan Indonesia dan pergi ke negara tujuan.
Sama halnya seperti Taqi, Amir Kleibu Khufaif, pengungsi asal Iran juga berharap segera mendapatkan suaka dan mengakhiri statusnya sebagai pengungsi. Namun, hingga 10 tahun terdampar di Indonesia, Amir tak kunjung mendapat kepastian suaka tersebut.
Representatif United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) di Indonesia Thomas Vargas menjelaskan alasan para pengungsi tersebut tak kunjung mendapatkan suaka. "Karena hanya kurang dari 1 persen pengungsi di seluruh dunia yang bisa resettlement (berimigrasi) ke negara ketiganya," ujar Thomas di kantornya, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin malam, 26 Agustus 2019.
Menurut Thomas, rendahnya angka resettlement itu membuat pencari suaka harus terdampar di negara singgah seperti Indonesia dan Malaysia dalam waktu lama. Mereka harus bertahan hidup hingga negara pemberi suaka seperti Australia dan Amerika Serikat membuka keran transmigrasi yang lebih luas.
"Kami terus berusaha bekerja sama dengan pemerintah di negara lain agar resettlement bisa dilakukan. Setiap negara punya aturannya sendiri, dan kami menghormati itu," ujar Thomas.
Mengingat kuota yang sangat kecil di setiap negara, Thomas menjelaskan saat ini resettlement tak lagi menjadi solusi utama bagi para pengungsi itu. Ia menjelaskan UNHCR tengah mencari cara agar 14 ribu pengungsi di Indonesia dapat hidup mandiri dan tak lagi bergantung pada bantuan pemerintah. Salah satunya dengan membuat program agar para pengungsi dapat bekerja di sektor informal yang dikelola oleh orang Indonesia.
Akan tetapi, kata Thomas, sampai saat ini program untuk para pencari suaka itu masih dalam proses penggodokan antara UNHCR bersama pemerintah dan lembaga. Menurut Thomas, kemungkinan program ini baru efektif akan berjalan di awal tahun 2020. "Kami akan memastikan program ini tak melanggar aturan tentang orang asing yang bekerja di Indonesia," ujarnya.