Dalam kasus ini Habil terseret perkara kepemilikan senjata api ilegal yang menjerat Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen (Purn) Kivlan Zen. Jaksa menuding Habil sebagai penyandang dana pembelian senjata api tersebut. Jaksa pun mendakwa Habil melanggar Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto 56 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pada persidangan hari ini, JPU membacakan tanggapan atas eksepsi atau nota pembelaan yang disampaikan Habil dan penasihat hukumnya. Jaksa meminta hakim menolak eksepsi Habil dengan alasan dakwaan yang mereka buat telah jelas dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam eksepsi yang dibacakan Kamis, 3 Oktober lalu, Habil mengakui pernah memberikan uang Rp 90 juta untuk Kivlan Zen. Namun dia membantah dana tersebut sengaja diberikan untuk membeli senjata api ilegal seperti yang didakwakan jaksa.
“Saya memberikan bantuan pada saksi Kivlan Zen hanya sebesar Rp 90 juta untuk kebutuhan kegiatan," kata Habil saat itu.
Kegiatan yang dimaksud adalah peringatan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), memantau bangkitnya kegiatan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan komunis, meninjau kembali amendemen UUD 45, dan diskusi mengembalikan sila keempat Pancasila.
Mantan anggota DPR dari Fraksi PPP itu menuturkan kerap memberikan bantuan dana untuk kerabatnya. Dia mencontohkan pada Maret-April 2019 telah mengucurkan ratusan juta guna membantu sahabatnya menjadi calon legislatif (caleg) DPR RI. Jumlahnya variatif antara Rp 200-350 juta.
Habil Marati juga menyebut membantu sebuah kegiatan Haul di Malang pada Maret 2019. Untuk acara itu, dia merogoh kocek Rp 500 juta. "Sudah menjadi kebiasaan saya selalu membantu orang-orang yang meminta bantuan untuk kegiatan positif," ujar dia.