Arif menambahkan bahwa dalam persidangan yang dihadiri Novel, pertanyaan Jaksa terlihat tidak memiliki arah yang jelas. Meski telah disebutkan tentang saksi korban, nama dan informasi mengenai kemungkinan keterlibatan aktor lain dalam kasus ini, ujar Arif, jaksa penuntut umum justru tidak menggali lebih lanjut.
Kejanggalan ketiga, lanjut Arif, majelis hakim terlihat pasif dan tidak objektif mencari kebenaran materiil. Hakim dinilai tidak menggali rangkaian peristiwa secara utuh, khususnya fakta-fakta sebelum penyerangan terjadi untuk membuktikan bahwa aksi ini dilakukan secara sistematis, terorganisir, dan tidak hanya melibatkan pelaku pada saat penyerangan terjadi.
Menurut Arif, sidang pemeriksaan Novel oleh hakim cenderung terbatas menggali fakta dengan pertanyaan seputar kejadian 11 April 2017. Namun, tidak menggali informasi lebih jauh terkait informasi saksi yang telah disebutkan terkait nama dan peristiwa yang berkaitan dengan penyerangan. "Hakim harus aktif dan berani untuk menemukan kebenaran di tengah keraguan publik dan juga korban sendiri bahwa dua orang terdakwa itu adalah aktor yang menyiram wajah Novel," ujar Arif.
Kejanggalan keempat, para terdakwa yang merupakan anggota polisi aktif didampingi kuasa hukum dari Polri. Menurut Arif, kejahatan yang disangkakan untuk Rahmat Kadir dan Ronny Bugis merupakan tindakan yang mencoreng institusi Polri dan bertentangan dengan tugas dan kewajiban Polisi. Jadi ketika para terdakwa tersebut justru dibela oleh institusi Polri, kata Arif, proses pendampingannya harus dipertanyakan.
"Atas dasar apa insitusi Polri mendampingi dugaan pelaku tersebut? Pembelaan oleh institusi Kepolisian tentu akan menghambat proses hukum untuk membongkar kasus ini yang diduga melibatkan anggotanya dan juga petinggi Kepolisian," kata dia.
Kejanggalan kelima, ujar Arif, adanya dugaan manipulasi barang bukti di persidangan. Narasi ini menurut Arif muncul setelah agenda sidang pemeriksaan saksi korban. Mulai dari CCTV yang dianggap penting namun dihiraukan oleh penyidik sampai pada dugaan intimidasi terhadap saksi-saksi penting. Tak hanya itu, tutur Arif, sidik jari juga tidak mampu diindentifikasi oleh polisi pada gelas dan botol yang dijadikan wadah air keras.