TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Fraksi PDIP DPRPD DKI Gilbert Simanjuntak mengingatkan pemerintah provinsi Jakarta akan ancaman bahaya Covid-19 gelombang kedua, jika Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSSB dilonggarkan tanpa berbasis data.
Gilbert memisalkan kasus penularan flu pada Spanyol pada 1918, saat itu penularan mengalami penurunan dua minggu lalu masyarakat tidak lagi diawasi dengan ketat sehingga terjadi mobilitas warga disertai euforia. Akibatnya kata dia, kasus penularan harian kembali naik, bahkan pada bulan ke lima kasus penularan meningkat tiga kali lipat dari puncak kasus harian pada gelombang pertama.
"Belajar dari kemungkinan timbulnya puncak baru yang lebih berat ditangani, sebaiknya pelonggaran PSBB dilakukan dengan hati-hati," ujar Gilbert dalam keterangan tertulisnya, Senin 18 Mei 2020.
Gilbert menyebutkan salah satu kasus yang bisa dijadikan studi dalam melihat data penularan Covid-19 yaitu kerumunan warga yang terjadi saat penutupan restoran cepat saji Mc Donald di Sarinah, dengan memastikan ada atau tidaknya peningkatan jumlah pasien dalam pengawasan. Termasuk juga kata dia adalah kasus-kasus perkumpulan warga lainnya seperti salat berjamah di masjid dan kasus penularan di klaster rumah padat penduduk.
Gilbert mengatakan ada atau tidak adanya penambahan kasus dari kasus tersebut harus diawasi dalam 14 hari. Menurut dia perlu juga adanya pemeriksaan Covid-19 dengan metode PCR agar hasilnya diketahui secara realtime berapa penambahan kasus harian.
"Kemampuan pemeriksaan PCR cukup untuk memeriksa kasus baru di DKI dan sekiranya bilamana tidak ada penambahan yang besar setelah kasus McDonald atau di tingkat RW, setidaknya pemerintah sudah punya data untuk membuat kebijakan," ujarnya.
Gilbert menambahkan bahwa salah satu faktor yang dibutuhkan dalam melawan sebuah pandemi adalah konsisntensi dan partisipasi warga dalam menjalani protokol kesehatan.