TEMPO.CO, Jakarta - Tonin Tachta, pengacara dari tersangka ujaran kebencian Ruslan Buton mengaku tidak diizinkan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri untuk bertemu kliennya. Dia mengaku hanya sekali bertemu Ruslan dan tidak lagi diperkenankan menjenguk setelah itu.
"Malu kan saya pengacara, punya klien nggak pernah jumpa, nggak boleh jumpa sekarang," kata Tonin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 10 Juni 2020.
Menurut dia, Mabes Polri yang saat ini menahan Ruslan beralasan bahwa sedang masa pandemi Covid-19. Ketika ditanya bagaimana cara berkomunikasi dengan Ruslan Buton untuk membicarakan gugatan praperadilan, Tonin mengaku menggunakan kebatinan.
"Lewat kebatinan, nggak ada komunikasi telepon, nggak ada ketemu, gak ada," kata dia.
Pada hari ini, Rabu, 10 Juni 2020, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berencana menggelar sidang perdana gugatan praperadilan Ruslan Buton. Namun sidang tersebut akhirnya ditunggu hingga Rabu pekan depan, 17 Juni 2020 karena tergugat tidak hadir.
Tonin mengatakan dalam gugatan praperadilan atas penangkapan, penahanan dan penetapan tersangka terhadap Ruslan Buton ini, ada beberapa orang yang digugat. Yaitu, Presiden RI, Kapolri, Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri dan Direktur Tindak Pidana Siber Mabes Polri.
Tonin mengaku kecewa atas ketidakhadiran tergugat. Menurut dia, para tergugat dalam praperadilan ini tidak menghargai hukum. Padahal menurut dia, pengadilan sudah memanggil tergugat sejak Kamis, 4 Juni lalu.
"Artinya disuruh masyarakat menghargai hukum, ternyata mereka tidak menghargai hukum dengan tidak datang praperadilan," kata dia.
Ruslan Buton ditangkap polisi di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba, Dusun Lacupea, Kecamatan Wabula, Sulawesi Tenggara, pada Kamis, 28 Mei 2020. Mantan anggota TNI Angkatan Darat ini ditangkap karena membuat pernyataan terbuka kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam bentuk rekaman suara. Rekaman tersebut kemudian viral di media sosial.
Dalam rekamannya, Ruslan Buton mengkritisi kepemimpinan Jokowi. Menurut dia, solusi terbaik menyelamatkan bangsa Indonesia adalah bila Jokowi rela mundur dari jabatannya sebagai presiden. Ruslan dikenai Pasal 27 dan Pasal 28 Undang-Undang ITE serta Pasal 207, Pasal 310, dan Pasal 31 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.