TEMPO.CO, Jakarta -Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mengatakan tingginya angka kasus baru positif Covid-19 pada pekan pertama masa PSBB Transisi ke new normal di DKI, terjadi akibat longgarnya pengetatan saat lebaran dan efek mudik.
Selain itu, peningkatan angka kasus baru juga disumbang ueforia masyarakat yang mendengar gembar gembor pemerintah soal rencana menerapkan new normal atau kenormalan baru.
"Selain lebaran efeknya memang karena euforia masyarakat karena pemerintah telah menarasikan new normal (usai PSBB Transisi)," kata Tri saat dihubungi, Kamis, 11 Juni 2020.
Menurut dia, masyarakat memang telah menunggu-nunggu penerapan new normal. Sebagian, masyarakat yang tidak mengerti penerapan kenormalam baru justru mengabaikan protokol kesehatan untuk mencegah penularan wabah ini. "Kenaikan sekarang ini juga banyak pengaruhnya karena diumumkan masa transisi," ujarnya.
Namun, kata dia, memang tidak bisa dikesempingkan meningkatnya angka kasus baru positif Covid-19 karena semakin banyaknya pemeriksaan yang dilakukan pemerintah.
Secara nasional, kata Tri, pemerintah sudah bisa memeriksa 16 ribu orang untuk melaksanakan uji usap per hari. Sedangkan, DKI Jakarta telah bisa melakukan pemeriksaan kepada 4 ribu orang per hari.
"Angkanya tinggi memang yang diperiksa lebih banyak. Tapi kelonggaran lebaran dan pengumuman istilah new normal juga mempengaruhi peningkatan kasus."
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengumumkan angka penularan harian positif Covid-19 selama masa pandemi. Pada Senin, 8 Juni 2020, pasien baru yang terinfeksi virus Corona mencapai angka tertinggi hingga 234 orang per hari. Jumlah tersebut lebih tinggi dari angka sebelumnya yang mencapai 223 kasus baru pada 15 April 2020.