TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi B Bidang Perekonomian DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz, menyatakan sejumlah pedagang pasar menolak melakukan tes swab. Alhasil, alat tes yang disediakan untuk pedagang justru dipakai untuk mengambil sampel orang lain.
"Karena pedagang itu tidak ingin dites, alat itu sudah ada di sana, akhirnya ya pembeli-pembeli yang secara sukarela minta tes," kata Abdul saat dihubungi, Senin, 22 Juni 2020. "Seharusnya kan itu dipergunakan untuk pedagang, tapi pedagang-pedagang ini malah tidak ingin dites."
Dia menilai tes swab untuk pedagang ini jadi tak berjalan efektif. Kepada anggota dewan, Direktur Utama Perumda Pasar Jaya Arief Nasrudin menceritakan, pedagang malah menutup lapaknya di hari H jadwal pengecekan swab. Kondisi inilah, lanjut Abdul, yang membuat Perumda Pasar Jaya awalnya sulit melakukan pemeriksaan masif ke pedagang pasar.
Abdul menduga, pedagang takut bila hasil tes menunjukkan positif terinfeksi corona. Para pedagang jadi khawatir tidak akan diterima di lingkungan pasar atau tempat tinggalnya.
Selain itu, mereka yang terpapar Covid-19 harus mengisolasi diri, sehingga tak bisa mencari nafkah selama dua pekan. Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyebut pemerintah DKI harus lebih gencar menyosialisasikan ihwal manfaat swab.
"Prosedurnya tepat cuma mungkin sosialisasi terhadap pedagang ini yang kurang karena dia (pedagang) pikir kalau seandainya dites ternyata positif, harus tutup toko dua pekan kemudian harus isolasi diri, ekonominya bagaimana," jelas dia.
Sebelumnya, Dinas Kesehatan DKI mencatat 137 pedagang dari 18 pasar Jakarta terpapar virus corona. Sementara Pasar Jaya mendata bahwa 79 pedagang dari 33 pasar positif Covid-19. Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria mengatakan 12 pasar di antaranya ditutup.