Setelah pembacaan kesaksian Abdul dan Maxwadi selesai, Rumata kemudian mengundang saksi ahli dr. Dharmawan Ardi Purnama untuk memasuki area sidang. Dharmawan yang seorang psikiater kemudian memberikan kesaksian sesuai kapasitasnya sebagai seorang tenaga medis kesehatan mental. Mengenai perkara pemberian pil Xanax oleh seorang dokter yang bukan ahli kejiwaan, menurut Dharmawan hal ini bisa saja terjadi.
“Kalau misalkan ternyata keluhan fisiknya psikosomatis, bisa saja jadi diresepkan anti kecemasan,” jelasnya. Dharmawan juga menjelaskan soal status resep dokter. Menurutnya resep obat psikotropika hanya bisa ditebus di RS yang bersangkutan, juga apotek wajib menyimpan salinan asli resep tersebut.
Saat disinggung oleh kuasa hukum Vanessa, Arjana Bagaskara perihal pemberian pil oleh Abdul kepada perempuan tersebut, menurutnya hal tersebut adalah wajar apabila dilakukan dalam keadaan darurat dan dengan niat menolong. “Misalkan darurat sedang panic attack, memang bisa diberikan, hanya 1 butir tapi,” menurutnya.
Setyanto sempat mempertanyakan kesaksian ini, meragukan apakah mungkin seorang awam bisa menentukan apabila seseorang lainnya mengalami serangan panik yang darurat. “Bisa dilihat dari gejalanya, kalau sesama pasien kan saling mengetahui gejalanya seperti apa,” tambah Dharmawan. Meski begitu, ia menekankan bahwa pil Xanax dan obat-obatan anti kecemasan serupa secara prosedur harus selalu diperoleh dengan resep dokter. “Itu termasuk obat-obatan keras yang diawasi, kami dipantau BPOM,” menurutnya tentang peredaran obat.
Lantaran perkara ini, Vanessa Angel didakwa sejak Maret 2020 atas kepemilikan sebanyak 20 butir pil Xanax tanpa resep dokter. Berstatus tahanan kota, ia dijerat Pasal 62 UU RI No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, juncto Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 49 Tahun 2018 tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika dalam Lampiran UU No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
WINTANG WARASTRI l DA