TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab menegaskan pihaknya tak akan mengizinkan siapapun membuka data soal hasil tes swab dirinya ke publik. Pernyataan itu Rizieq tuangkan dalam sebuah surat yang viral di media sosial dan telah dibenarkan oleh Sekretaris Bantuan Hukum DPP Front Pembela Islam atau FPI Aziz Yanuar.
"Saya tidak mengizinkan siapapun membuka informasi mengenai hasil pemeriksaan medis saya dan hasil swab," ujar Rizieq dalam surat tertanggal 28 November 2020.
Dalam surat tersebut tampak Rizieq membubuhkan tanda tangannya di atas meterai Rp 6.000. Selain itu, juga ada tanda tanda tangan Legal Counsel RS UMMI Nursal Fadhilah dan seorang lainnya yang menjadi saksi.
"Beliau keberatan (hasil swab test-nya dibuka ke umum)," ujar Aziz.
Ia mengatakan Rizieq memiliki hak menyimpan informasi rekam medisnya, karena sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749A/Menkes/Per/XII/1989 Tahun 1989 tentang Rekam Medik/Medical Records. Dalam Pasal 11 Permenkes 1989 itu tertulis rekam medik merupakan berkas yang wajib dijaga kerahasiaannya.
Surat pernyataan itu Rizieq Shihab keluarkan setelah Pemerintah Kota Bogor melaporkan Direktur Utama dan manajemen Rumah Sakit UMMI ke Polresta Bogor Kota, karena diduga menangani Rizieq Shihab tidak sesuai dengan prosedur rumah sakit rujukan Covid-19.
Menangani pasien terduga Covid-19, ujar Manan, harus sesuai dengan prosedur. Namun, RS Ummi dianggap mengabaikannya.
Saat Wali Kota Bogor bersama tim Satgas Covid-19 ke RS UMMI, pihaknya menemukan tidak ada kesesuaian data pelaporan dalam penanganan pasien yang ditangani pihak rumah sakit. "Ada informasi yang tidak utuh tentang kondisi pasien disampaikan kepada Satgas Covid-19 Kota Bogor."
Satuan Tugas Covid-19, kata Manan, berwenang mengetahui kondisi pasien di rumah sakit rujukan yang ditunjuk Wali Kota Bogor. “Dalam tes swab pada pasien yang dicurigai terpapar Covid-19, tidak ada koordinasi dengan pihak satgas Covid-19."