TEMPO.CO, Jakarta - Polda Metro Jaya menegaskan harus ada alasan jelas dari Rizieq Shihab jika yang bersangkutan mangkir dari pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan di Petamburan pada Sabtu, 14 November 2020 lalu.
"Mekanismenya, silakan (tidak hadir), selama bisa menyampaikan alasan yang pasti, alasan yang menurut aturan undang-undang itu betul," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Senin, 30 November 2020.
Baca Juga: Rizieq Shihab Dikabarkan di Sentul, Satgas Covid-19 Bogor: Saya Cek
Yusri mengatakan alasan yang bisa diterima oleh undang-undang antara lain alasan kesehatan, meski demikian alasan tersebut harus melampirkan surat keterangan dari dokter yang bisa dikonfirmasi oleh petugas.
"Misalnya yang bersangkutan sakit dengan membawa surat keterangan sakit dari dokter. Nanti dokternya kita cek, sakitnya sakit apa? Kan tidak mungkin orang sakit, kita periksa. Yang penting harus ada alasan yang pasti," ujar Yusri.
Kepolisian hingga kini belum mendapat tanggapan terkait apakah Rizieq akan memenuhi panggilan Polda Metro Jaya pada Selasa, 1 Desember 2020. Selain Rizieq, Polda Metro Jaya juga akan memeriksa menantunya, Hanif Alatas, dan biro hukum Front Pembela Islam (FPI).
Penyidik Polda Metro Jaya, Ahad, 29 November 2020 telah mendatangi kediaman Rizieq di Petamburan untuk melayangkan surat panggilan kepada Rizieq sebagai saksi kasus kerumunan massa di Petamburan.
Polda Metro Jaya telah meningkatkan status kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan kerumunan massa Rizieq dari penyelidikan ke penyidikan.
Selain di Polda Metro Jaya, Polda Jabar juga telah menaikkan status dugaan pelanggaran protokol kesehatan karena adanya kerumunan terkait acara Rizieq di Megamendung, Bogor, ke penyidikan.
Dua kasus pelanggaran protokol kesehatan berupa kerumunan massa yang menyeret nama Rizieq Shihab sudah dinaikkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan. Dengan demikian artinya penyidik menemukan adanya unsur pelanggaran pidana.
Dalam kasus ini, penyidik menduga telah terjadi pelanggaran Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Kemudian Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Pasal 216 KUHP.