Dalam kasus tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Yoory C. Pinontoan bersama Direktur PT Adonara Propertindo, Anja Runtunewe dan Tommy Adrian sebagai tersangka. PT Adonara, perusahaan yang menjual lahan 4,2 hektare itu ke Sarana Jaya, juga ditetapkan KPK sebagai tersangka.
Sejumlah politikus di DPRD mengatakan Prasetyo kerap berupaya mempertahankan anggaran pengadaan lahan, khususnya di perusahaan daerah. Hal itu terlihat saat pembahasan APBD 2021 di Hotel Grand Cempaka Resort, Puncak, Bogor, pada November tahun lalu.
Sumber Tempo itu menuturkan, saat pembahasan anggaran pada 14 November lalu, penyertaan modal daerah untuk Sarana Jaya dialokasikan Rp 285 miliar. Namun, besoknya, dalam rapat yang dipimpin oleh Prasetyo, secara tiba-tiba suntikan modal untuk perusahaan daerah itu dinaikkan menjadi Rp 1,285 triliun. Dari jumlah itu, Rp 1 triliun digunakan untuk pengadaan tanah.
Balai Kota dan Kebon Sirih sejak 2018 menyepakati pemberian suntikan modal bagi Sarana Jaya sebesar Rp 5,2 triliun. Dari jumlah itu, Rp 3,74 triliun digunakan untuk pembelian lahan, termasuk bidang tanah 4,2 hektare di Munjul-Pondok Ranggon yang menghabiskan Rp 217,9 miliar.
Anggota DPRD lain memberikan keterangan senada. Ia kerap heran melihat perubahan rancangan anggaran daerah di luar rapat resmi. Selain menaikkan, Ketua DPRD DKI itu berupaya mempertahankan anggaran pengadaan tanah.
Baca juga: DPRD Sebut Sarana Jaya Dapat Tugas dari Gubernur Sediakan Lahan Program BUMD
Ketika ada legislator yang mempertanyakan, Prasetyo Edi Marsudi kerap berdalih bahwa pembelian lahan merupakan bentuk bank tanah. "Padahal banyak aset tanah milik DKI yang bisa dimanfaatkan," tutur sumber tersebut.