TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah tahun 2019, Sultan Rivandi dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik ke Polda Metro Jaya.
Sultan dilaporkan ke polisi setelah melaporkan pemalsuan dokumen dan korupsi proyek pembangunan Asrama UIN Jakarta Rp 4,7 miliar yang diduga dilakukan guru besar di kampusnya, PS. Dia adalah ketua pelaksana pembangunan asrama tersebut.
"Saya akan menjalani proses sesuai aturan yang berlaku serta yakin bahwa apa yang dilakukan bukan bentuk pencemaran nama baik, karena disertai dengan bukti-bukti," kata Sultan melalui pesan singkat, Rabu, 7 April 2021.
Sultan melaporkan dugaan korupsi itu ke Polda Metro Jaya pada 30 November 2020. Laporan polisi tersebut teregistrasi dengan nomor LP/7117/XI/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ.
Pada saat melaporkan PS ke Polda Metro Jaya, Sultan membawa bukti lengkap mulai dari keterangan wakil rektor, dugaan dokumen yang dipalsukan, data pembanding, dan rencana strategis pembangunan. "Laporan saya terus bergulir setelah pelimpahan kasus dari Polda Metro Jaya ke Polres Tangerang Selatan."
Sultan mengaku tak gentar dengan pelaporan balik yang dilakukan PS kepadanya. Sultan dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik pasal 45 ayat 3 dan 27 ayat 3 Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE).
Namun, Ia mempertanyakan laporan terhadapnya. Sebab dalam laporan pencemaran nama baik di surat yang diterimanya tertulis 21 November 2021 di STAI Al-Hikmah Jakarta Selatan.
"Semoga itu typo atau memang tidak pernah ada pencemaran nama baik yang saya lakukan. Walaupun janggal insya Allah tetap hadir," ujarnya.
Sedangkan, Sultan mendapatkan surat panggilan dari Polda Metro Jaya 31 Maret 2021.
Sultan berharap polisi menjadikan momentum ini sebagai bahan evaluasi terhadap pasal karet UU ITE yang kerap digunakan untuk mempidanakan seseorang.
Baca juga: 2 Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Masih Ditahan Polisi
Ia pun meminta polisi berlaku adil dan selektif terhadap penggunaan pasal karet UU ITE ini. Sehingga tidak ada lagi korban korban pasal karet dengan dalih pencemaran nama baik, seperti yang dialaminya. "Semoga keanehan ini tidak terjadi berkelanjutan. Saya yang berniat untuk membersihkan dianggap mencemarkan, tapi yang diduga mencemarkan terus menerus dibersihkan."