TEMPO.CO, Jakarta - Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes. Pol. Hengki Haryadi menyebutkan ada perbedaan data terkait jumlah kasus Covid-19 yang berasal dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, dengan kasus nyata di lapangan.
"Bahwa ada disparitas antara data yang kita temukan dari Dinas Kesehatan maupun 'real' yang ada di lapangan, karena memang ternyata patokannya KTP Jakarta Pusat, padahal mungkin yang KTP di Jakarta Pusat sudah tidak tinggal di Jakarta Pusat lagi," kata Kombes Pol Hengki usai meninjau Posko PPKM Mikro Kelurahan Sumur Batu, Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu, 20 Juni 2021.
Menurut Hengki, perbedaan tersebut terjadi karena data dari Dinas Kesehatan Pemprov DKI Jakarta berasal dari NIK dan KTP pasien tersebut, bukan berdasarkan domisili tempat tinggal warga.
Selain itu, perbedaan data juga dipengaruhi karena petugas tidak selalu memverifikasi warga yang sudah pulang dari isolasi, atau perawatan di RS maupun Wisma Atlet Kemayoran.
Hal itulah yang membuat Polres Jakarta Pusat bersama dengan TNI dan Pemerintah Kota Jakarta Pusat menginisiasi dibentuknya posko bersama tiga pilar.
Posko tersebut dibentuk untuk mengetahui dinamika perkembangan COVID-19, terutama di zona merah.
Posko bersama juga akan menganalisis kebijakan yang sesuai untuk mencegah penyebaran COVID-19 di wilayah masing-masing.
"Contoh, di Kemayoran, saat ini yang disebut zona merah adalah satu RT terdiri dari lima rumah terpapar, tetapi di sini terdiri dari tiga RT jaraknya berdekatan, tetap kita laksanakan 'micro lockdown'," kata Hengki.
Ia menambahkan pembentukan posko bersama tiga pilar ini dilakukan di setiap Kampung Tangguh Jaya. Namun demikian, tambahnya, pembentukan posko ini dikonsentrasikan di permukiman padat penduduk yang disinyalir menjadi sumber merebaknya kasus Covid-19.
Baca juga : Ternyata 82 RW di Jakarta Sampai Hari Ini Masih Zona Merah
#Jagajarak, #Pakaimasker, #Cucitangan
ANTARA