Poin ketiga, berdasarkan keterangan dari keluarga korban adanya ketidaklayakan peti jenazah korban yang hanya terbuat dari triplek biasa.
"bahkan ada keluarga korban yang terpaksa membeli sendiri peti jenazah karena peti yang disediakan pemerintah tidak layak,"ujar Ma'ruf.
Kondisi bangunan Blok C2 pascakebakaran di Lapas Kelas 1 Tangerang, Banten, Rabu, 8 September 2021. Kepala Kantor Wilayah Kemenkum HAM Banten Agus Toyib mengatakan bahwa saat proses evakuasi jenazah narapidana di Lapas Kelas 1 Tangerang, banyak kamar sel yang masih dalam keadaan terkunci. Para napi yang kamarnya tak sempat dibuka petugas itu akhirnya tewas saat api melalap bangunan tersebut. ANTARA/Handout
Poin keempat, adanya indikasi intimidasi saat keluarga korban menandatangani dokumen administrasi dan pengambilan jenazah, keluarga korban diminta secepatnya menyelesaikan.
"Keluarga korban diminta tandatangan dengan tergesa-gesa dan kemudian dikerumuni banyak orang,"kata Ma'ruf.
Poin kelima, terdapat upaya pembungkaman para keluarga korban agar tidak menuntut pihak manapun atas peristiwa kebakaran Lapas Kelas I Tangerang.
"Ada surat pernyataan yang diberikan ke keluarga korban agar tidak menuntut pihak manapun," ujar Ma'ruf lagi.
Poin keenam, tidak adanya pendampingan psikologis berkelanjutan pada keluarga korban yang dilakukan pemerintah pasca penyerahan jenazah.
"Pemerintah seolah-olah sudah lepas tangan, bahkan sampai hari ini ada keluarga korban ketika mendengar kata bakar atau melihat sesuatu atau makanan yang dibakar merasa trauma,"ucap Ma'ruf.
Poin terakhir, pemberian uang duka sebesar Rp 30 juta dinilai sama sekali tidak cukup. "Pemberian uang 30 juta sama sekali tidak membantu keluarga korban kebakaran Lapas Tangerang,"kata Ma'ruf.
Baca : Satu Narapidana dan Dua Petugas Jadi Tersangka Baru Kebakaran Lapas Tangerang
HELMILIA PUTRI ADELITA | DA