TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menanggapi soal penjabat kepala daerah boleh melakukan mutasi dan memberhentikan pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) tanpa persetujuan Kementerian Dalam Negeri. Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan mutasi pejabat DKI sudah menggunakan aturan.
"Itu semua pake aturan kok, bukan pake selera," ujarnya saat ditemui di JS Luwansa Hotel, Sabtu, 17 September 2022.
Dia tidak menanggapi lebih lanjut mengenai surat edaran yang baru diterbitkan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian tersebut. Baginya, semua sudah ada dalam ketentuan yang mengatur soal penjabat Gubernur DKI.
"Banyak aturan yang ada, itu yang diikuti," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri menerbitkan surat edaran Nomor 821/5292/SJ pada Rabu, 14 September 2022. Isinya memperbolehkan penjabat, pelaksana tugas, dan penjabat sementara gubernur, bupati, atau wali kota untuk memberhentikan hingga memutasi pegawai tanpa izin kementerian.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Benni Irwan menjelaskan bahwa intinya adalah izin kepada penjabat atau pelaksana tugas kepala daerah dalam menjatuhkan sanksi, hukuman disiplin, maupun memberhentikan ASN yang tersangkut korupsi.
“Hal ini sejalan dengan ketentuan pasal 18 ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) 94 Tahun 2021 bahwa pejabat harus menetapkan penjatuhan hukuman disiplin tingkat berat bagi ASN yang tersangkut korupsi,” katanya, Jumat, 16 September 2022.
Kemudian, kata Benni, pemberian izin bagi penjabat untuk memutasi ini dapat mempercepat proses pelayanan mutasi PNS. Sebab, penandatanganan izin melepas dan menerima diserahkan kepada penjabat.
“Sedangkan untuk mutasi pejabat internal daerah lainnya, seperti pengisian jabatan tinggi pratama dan administrator di daerah, penjabat kepala daerah tetap harus mendapatkan izin tertulis Mendagri,” kata Benni.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan lengser pada 16 Oktober 2022. Pemerintah akan memilih Penjabat Gubernur DKI pengganti Anies dalam rapat yang dipimpin Presiden Jokowi.
Baca juga: Anies Baswedan dan Yayasan Jusuf Kalla Gelar Diskusi Tertutup soal Pilpres 2024