TEMPO.CO, Jakarta - Ajun Komisaris Besar Dody Prawiranegara resmi mengajukan diri sebagai justice collaborator ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Adriel Viari Purba mengatakan dua kliennya yang lain, yaitu Samsul Maarif alias Arif dan Linda Pujiastuti juga menempuh langkah yang sama.
"Kami sudah ungkapkan segala-galanya dan kami berharap besar sebagai kuasa hukum untuk klien kami diterima menjadi justice collaborator," ujar pengacara itu di Kantor LPSK, Jakarta, Senin, 24 Oktober 2022.
Saat datang tadi, mereka menemui langsung Ketua dan Wakil Ketua LPSK. Kronologi cerita disampaikan beserta dokumen pendukung untuk mengajukan diri sebagai justice collaborator.
"Tadi dalam rangka konsultasi sekaligus audiensi, kami sudah sampaikan juga bagaimana kronologis lengkap dari awal Pak TM memerintah klien kami sampai kepada penjualannya," tutur Adriel.
Dia berharap pengajuan diri tersebut bisa dikabulkan segera untuk keamanan. Walaupun berbagai berkas perlu ditelaah sebelum LPSK menentukan status justice collaborator pada tiga orang tersangka tersebut.
"Kami berharap agar segera karena melihat ada potensi-potensi kemungkinan intervensi atau intimidasi dari pihak-pihak tertentu. Karena beliau ini jenderal, gak sembarangan," katanya.
Sebagaimana diketahui, Arif merupakan anak buah Dody dan Linda adalah teman dari Inspektur Jenderal Teddy Minahasa Putra. Dua orang itu diduga terlibat dalam peredaran sabu.
Adriel membantah bahwa Dody berniat menukarkan sabu. Kliennya itu melakukan hanya menjalankan perintah pimpinan dan sebagai loyalitas.
"Maka dari itu dia melaksanakan perintahnya meskipun dia tidak punya niat. Saya tekankan dia tidak punya niat, dia tidak punya mens rea, makanya meminta Arif," ujarnya di Polda Metro Jaya, Sabtu, 22 Oktober 2022.
Adriel juga menyampaikan, sebenarnya Arif tidak berani melakukan itu mengingat ada anak dan istri. Tetapi akhirnya tetap dilaksanakan atas perintah pimpinannya. "Saya tidak berani bang, saya punya anak istri, kalau ini masalah gimana?" katanya menirukan ucapan Arif.
Sebagaimana diketahui, Teddy Minahasa ditengarai memerintah Dody untuk menukarkan barang bukti sabu lima kilogram dengan sabu dari 41,4 kilogram yang disita. Padahal barang yang disita pada Mei 2022 lalu itu semestinya segera dimusnahkan.
Kemudian Dody diduga mengikuti perintah Teddy untuk menurkarkan barang tersebut. Namun eks Kapolres Bukittinggi itu memerintahkan anak buahnya, Samsul Maarif, untuk menukar barang bukti dengan tawas.
Lalu lima kilogram sabu itu dijual kembali melalui Linda Pujiastuti. Sasaran penjualan adalah di wilayah Jakarta, salah satunya Kampung Bahari.
Nama Teddy Minahasa terdeteksi setelah penggerebekan pengguna dan penjual Sabu. Keterangan dari Dody dan Linda merujuk ke nama jenderal bintang dua itu sebagai terduga pengendali sabu dari Bukittinggi, Sumatera Barat.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati atau hukuman minimal 20 tahun penjara.
Baca juga: Terseret Kasus Narkoba Teddy Minahasa, Siapa AKBP Dody Prawiranegara?