TEMPO.CO, Depok - Pemerhati Perempuan dan Anak asal Depok, Novi Anggriani menilai keracunan makanan di SDN Pengasinan 01 Depok disebabkan lemahnya sistem pengawasan. Dia mengimbau pihak sekolah tidak sembarangan menerima produk promosi dari produsen makanan.
"Ini kan terjadi dari lemahnya sistem pengawasan, jika efektif dan kuat, tentu kasus keracunan makanan tidak akan terjadi," kata Novi.
Dirinya mencontohkan Chiki Ngebul yang menggunakan hidrogen cair. Jajanan itu sudah menimbulkan korban pada 2018. Namun, sampai saat ini masih ada yang menjualnya secara bebas.
"Biasanya di pasar malam, pasar kaget atau malah tempat wisata, harusnya bisa dilakukan razia atau pengawasan terkait makanan berbahaya yang masih beredar di luar," ujar Novi.
Novi menduga lemahnya pengawasan pemerintah karena kurangnya SDM sehingga tidak bisa melakukannya secara optimal.
Baca: Belasan Siswa SD di Depok Diduga Keracunan Roti, Wali Kota: Sudah Masuk Polisi
"Sumber daya manusia perlu ditingkatkan, jangan sampai kekurangan SDM, malah terjadi pembiaran, ketika ada korban, baru bertindak, budaya ini kan yang sering terjadi, harusnya langkah preventif yang dikuatkan," katanya.
Dia juga menyoroti kasus keracunan makanan di SDN Pengasinan 01 Depok dan juga Chiki Ngebul itu terjadi pada saat pemerintah tengah berupaya menekan angka stunting.
"Kita sudah tidak asal lagi memilih makanan, apalagi yang dikonsumsi massal, harus benar-benar dicek, tidak sekedar dari pihak sekolah, harus koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Depok. Kita sudah seharusnya berbicara gizi, bukan asal makan," ujarnya.
Sebagai benteng dan pengawasan pertama terhadap anak, orang tua juga harus paham mana yang positif dan negatif untuk anak untuk mencegah kasus keracunan makanan terulang. "Ini juga peran pemerintah menyosialisasikan kepada masyarakat, jangan sampai tidak paham makanan-makanan berbahaya yang masih beredar di lingkungan," ucap Novi.
RICKY JULIANSYAH
Baca juga: Belasan Siswa SD di Depok Diduga Keracunan Roti Promosi, Ada yang Kedaluwarsa