TEMPO.CO, Jakarta - Ajun Komisaris Besar Polisi Dody Prawiranegara tidak melibatkan anak buahnya saat menjalankan perintah Irjen Teddy Minahasa untuk menukar sabu yang jadi barang bukti dengan tawas.
Menurut pengacara Dody, Adriel Viari Purba, kliennya yang kala itu menjabat Kapolres Bukittinggi tersebut sejak awal tidak ingin melibatkan anak buahnya sesama anggota Polri untuk menjalankan perintah Teddy yang kala itu menjabat Kapolda Sumatera Barat, menukar barang bukti sabu dengan tawas.
Adriel sendiri telah menanyakan langsung soal itu kepada Dody. "Kenapa kamu tidak ikut sertakan anak buah kamu yang polisi juga? Dia bilang saya tidak mau 'membunuh' orang lain. Kalau pun ketahuan ini biar saya aja," katanya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu, 1 Februari 2023.
Dody Prawiranegara libatkan orang kepercayaannya
Eks Kapolres Bukittinggi itu akhirnya melibatkan orang kepercayaannya, Syamsul Ma'arif alias Arif untuk menjalankan perintah Teddy Minahasa yang kala itu menjabat Kapolda Sumatera Barat.
Dalam dakwaan jaksa disebutkan bahwa Dody meminta Arif untuk mencari lima kilogram tawas. Lalu Arif memenuhi permintaan Dody untuk mencari barang yang fisiknya mirip dengan sabu tersebut.
"Karena satu sisi dia mau menyenangkan atasannya. Namanya atasan kepada bawahan," ujar Adriel.
Dody Prawiranegara kirim WA ke Teddy Minahasa
Perintah untuk menukar sabu dengan tawas itu pertama kali disampaikan saat Dody hendak meminta petunjuk soal rencana konferensi pers Polres Bukittinggi soal tangkapan sabu 41,4 kilogram.
Saat itu Dody meminta petunjuk kepada Teddy melalui pesan WhatsApp pada 17 Mei 2022 untuk waktu pelaksanaan konferensi pers.
Dalam urainnya, JPU menyebut Dody Prawiranegara mendapat arahan dari Teddy Minahasa Putra untuk mengganti sebagian barang bukti narkotika jenis sabu dengan tawas. Jaksa, dalam dakwaannya, menyebut sebagai arahan, dan bukan perintah.
Namun Teddy membalas untuk menukar lima kilogram sabu dengan tawas. Dody mendiskusikan masalah ini dengan Syamsul Ma'arif alias Arif, namun Arif menuturkan tindakan itu rawan dilakukan karena mereka berdua tidak pernah berpengalaman.
"Saksi Teddy Minahasa Putra memberikan arahan kepada terdakwa (Dody) untuk mengganti sebagian barang bukti narkotika jenis sabu tersebut dengan tawas sebagai bonus untuk anggota. Atas arahan dari saksi Teddy Minahasa Putra tersebut, terdakwa menyatakan tidak berani untuk melaksanakannya," ujar seorang JPU saat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu, 1 Februari 2023.
Dody Prawiranegara menemui Teddy Minahasa di kamar hotel
Dody kemudian menemui Teddy di kamarnya di lantai delapan Hotel Santika pada tanggal 20 Mei 2022 pukul 22.00, sehari sebelum konferensi pers. Kemudian Teddy diduga meminta Dody mengambil 10 kilogram sabu hasil pengungkapan itu untuk undercover buy dan bonus anggota.
"Terdakwa menyampaikan kepada saksi Teddy Minahasa Putra bahwa dirinya tidak berani, akan tetapi jika saksi Teddy Minahasa Putra memerintahkan, maka terdakwa akan mengupayakannya," kata Jaksa Penuntut Umum.
Menurut Adriel, satu sisi dari diri Dody ingin menyenangkan atasannya walaupun perintahnya demikian. Jenjang kepangkatan antara Ajun Komisaris Besar Polisi dengan Inspektur Jenderal Polisi itu yang diduga membuat Dody tetap menukar lima kilogram sabu dengan tawas.
Belakangan, sabu yang ditukar itu akhirnya beredar lebih dari satu kilogram di wilayah Jakarta, salah satunya Kampung Bahari di Jakarta Utara.
Dalam kasus ini, Dody Prawiranegara didakwa Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP. Ancaman hukuman maksimal adalah mati atau penjara seumur hidup atau minimal 20 tahun penjara.
Selain Teddy Minahasa Putra dan Dody Prawiranegara, terdakwa lain dalam kasus sabu ini adalah Linda Pujiastuti alias Anita, eks Kapolsek Kalibaru Komisaris Polisi Kasranto, Ajun Inspektur Polisi Satu Janto Parluhutan Situmorang, dan Muhamad Nasir alias Daeng.
Baca juga: Empat Tersangka di Kasus Narkoba Teddy Minahasa tidak Ajukan Eksepsi