TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa Inspektur Jenderal Teddy Minahasa Putra menyebut martabat dan kehormatannya hancur karena pemberitaan media massa hingga pendengung (buzzer) soal kasus peredaran narkoba yang dituduhkan kepadanya. Dia merasa tak bersalah dan menganggap kasus tersebut sebagai sebuah konspirasi.
"Ini semua karena rekayasa dan konspirasi terhadap diri saya, segala martabat dan kehormatan saya sudah tercabik-cabik oleh keganasan pemberitaan media arus utama maupun oleh netizen, serta buzzer yang digerakkan oleh para konspirator melalui media sosial," kata Teddy di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis, 13 April 2023.
Hari ini Teddy kembali menjalani sidang kasus peredaran narkoba dengan agenda pembacaan pleidoi atau nota pembelaan. Sebelumnya, jaksa menuntutnya dengan hukuman mati lantaran dianggap melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Mantan Kapolda Sumatera Barat ini merasa terhakimi dengan pemberitaan berlabel negatif soal dirinya. Teddy lantas memohon kepada majelis hakim agar dihukum seadil-adilnya.
Dia merasa kooperatif sejak awal penyidikan, pemeriksaan, hingga persidangan. Menurut Teddy, wajar jika nadanya pernah meninggi lantaran tak pernah terjerat masalah hukum.
"Sebagaimana ada adagium yang populer dalam konteks hukum, 'Lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah'," tutur dia.
Dalam perkara ini, Teddy Minahasa dituding menjadi dalang peredaran lima kilogram sabu dari Polres Bukittinggi yang sudah ditukar dengan tawas. Namun, jenderal bintang dua itu mengklaim ingin menjebak terdakwa lain, Linda Pujiastuti alias Anita Cepu, dengan teknik undercover buy karena sakit hati telah dibohongi.
Pilihan Editor: Dituntut Hukuman Mati dalam Kasus Sabu Tukar Tawas, Teddy Minahasa: Sangat Berat Bagi Saya
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.