TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sidang Mario Dandy Satriyo hari ini, saksi ahli Hukum Pidana Materiel Ahmad Sofian memberi keterangan soal hukum pembayaran restitusi Rp 52 miliar yang diajukan orang tua korban. Sofian mengatakan uang ganti rugi atas penganiayaan yang dilakukan Mario terhadap D (17) mesti dibayar oleh terdakwa yang bersangkutan.
"Dalam doktrin hukum pidana kita, yang berbuat, dialah yang bertanggung jawab. Tidak bisa diatur kepada orang tua atau segala macam, kecuali anak-anak," kata Sofian saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 11 Juli 2023.
Jumlah restitusi yang diajukan oleh Jonathan Latumahina, orang tua D, lebih sedikit daripada perhitungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Lembaga itu menghitung uang restitusi D mencapai Rp 120.388.911.300.
Kalkulasi uang restitusi Rp 120 miliar itu dihitung LPSK dari segala aspek, seperti biaya berobat, ongkos keluarga D selama membantu merawat, dan biaya makan. Selain itu juga biaya berobat setelah korban keluar dari rumah sakit hingga usia senja korban.
Korban D mengalami luka parah akibat kepalanya ditendang oleh Mario Dandy pada 20 Februari 2023. Dalam peristiwa itu, Mario mengajak pacarnya inisial AG (15 tahun) dan temannya, Shane Lukas.
Ahmad Sofian mengatakan, terdakwa mesti membayar restitusi dari kantong pribadi dan tidak bisa diwakili. Jika tidak cukup, maka dilakukan perampasan aset untuk kemudian dijual atau dilelang sesuai putusan pengadilan.
"Tapi dalam banyak putusan diganti dengan kurungan untuk memudahkan eksekusi saja," ujarnya.
Keadaan itu, kata Sofian, dilakukan saat terdakwa tidak bisa membayar atau asetnya pun tidak cukup. Dalam kasus ini, Mario Dandy masih berstatus mahasiswa dan pengacaranya menyebut sang klien belum bekerja.
Harta Mario yang selama ini dipamerkan diduga milik ayahnya, Rafael Alun Trisambodo. Namun harta ayahnya, mantan pejabat pajak, kini banyak yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akibat dugaan pencucian uang dan gratifikasi.
Sofian menuturkan, usaha lain yang bisa ditempuh agar korban mendapat ganti rugi dari pelaku adalah menggugat secara hukum perdata. "Kalau mekanisme pidana yang bersangkutan memang tidak ada. Perampasan aset kita juga belum punya," tuturnya.
Dia tidak bisa merincikan apa saja dasar hukum restitusi ini. Namun dia menyebut filosofi restitusi adalah untuk membayar kerugian korban.
Ahli hukum pidana dari Universitas Bina Nusantara ini berkata, restitusi terdakwa Mario Dandy bisa saja dibayarkan sukarela oleh orang tua atau pihak lain. Jika tidak mampu, akan ada subsider hukuman berupa penjara tambahan. "Misalnya si A anak sultan, uangnya banyak, bayar Rp 1 miliar ganti kerugian, kalau tidak subsider tiga bulan atau enam bulan kurungan," kata Sofian.
Pilihan Editor: David usai Dianiaya Mario Dandy, Dokter: Infeksi Bakteri di Darah, Memburuk di Hari Ketiga