Kasus tewasnya Bripda IDF, kata Dimas, merupakan bukti bahwa extrajudicial killing masih terus terjadi hingga kini dan bahkan menelan korban dari institusi Polri itu sendiri. Berulangnya kasus penyalahgunaan senjata api dianggap sebagai tanda bahwa institusi Polri tak pernah serius berbenah menghentikan siklus kekerasan yang terus menerus terjadi.
Terakhir, KontraS menyatakan tewasnya Bripda IDF tidak dapat dilepaskan dari kesewenang-wenangan penggunaan senjata api. Oleh karena itu, Polri diminta mengevaluasi penggunaan senjata oleh anggotanya dan tidak ragu memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku penggunaan senjata api secara sewenang-wenang sesuai dengan mekanisme etik dan aturan hukum pidana yang berlaku.
"Peristiwa ini juga merupakan bukti belum efektifnya implementasi peraturan internal yakni Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Senjata dalam Penggunaan Kekuatan. Tidak berjalannya Perkap ini secara efektif kemudian menimbulkan banyaknya penyalahgunaan secara sewenang-wenang yang dilakukan oleh anggota kepolisian," kata Dimas.
Viral di media sosial
Kasus tewasnya Bripda IDF viral di media sosial, melalui Instagram @kamidayakkalbar yang memposting unggahan wafatnya Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage diduga korban penembakan oleh sesama anggota Polri yang bertugas di Densus 88 Antiteror Polri Jakarta.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat DivHumas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyebut tersangka dalam penembakan Bripda IDF adalah Bripda IMS yang membuat senjata meletus dan Bripka IG selaku pemilik senjata. Keduanya kini tengah telah dijadikan tersangka dan dalam penahanan khusus atau patsus.
Ramadhan menyebut kasus tersebut ditangani oleh Tim Gabungan Propam dan Reskrim untuk mengetahui pelanggaran dispilin, kode etik maupun pidana yang dilakukan oleh kedua pelaku.
Pilihan Editor: Kasus Polisi Tembak Polisi di Bogor, KontraS Singgung Dugaan Korban Tolak Ajakan Bisnis Senjata
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.