TEMPO.CO, Jakarta - Perkembangan teknologi menghadirkan banyak aplikasi yang memudahkan masyarakat untuk berbelanja dari jarak jauh. Namun, di sisi lain, hal ini berimbas pada menurunnya omzet pedagang di pasar tradisional seiring berkurangnya pengunjung.
Seperti dikeluhkan Yuliarti, 48 tahun, pedagang di Blok A Pasar Tanah Abang. "Kalau bisa, mah, Shopee-Shopee kata saya jangan ada," katanya saat ditemu Tempo.
Sejumlah pedagang di Tanah Abang menyatakan pusat grosir terbesar di Asia Tenggara itu mengalami penurunan pengunjung dan kondisi di sana tidak seramai beberapa tahun lalu.
Meski ada yang menolak, ada pula pedagang yang mencoba mengikuti tren jual-beli masyarakat yang kini lebih condong secara daring. Namun, tidak semua bisa sukses.
"Karena kami di-offline-nya anjlok, kami coba online juga, ya, mana tahu naik gitu, ternyata biasa-biasa aja. Sama aja," tutur pedagang Tanah Abang lainnya, Jessica, 21 tahun.
Baca juga:
Sabrina, 30 tahun, juga mencoba berjualan secara online selama berbulan-bulan, tapi akhirnya menyerah. "Karena yang jual online harganya ga masuk di akal. Kan mereka ga bayar sewa, ga bayar service charge," ucapnya.
Menurut pengamatan Sabrina, sulit untuk bersaing secara online karena masih ada kebutuhan di toko offline yang harus dibayarkan.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki sempat datang ke Tanah Abang pada Selasa 19 November 2023. Kedatangannya disambut poster-poster tuntutan pembenahan toko online dari pedagang di sana.
"Kalau masalah Tiktok, biasanya orang rame di sini sekarang sudah sepi. Boleh ada Tiktok tapi diharap sistemnya diubah," kata Novrizal, 51 tahun.
Ia merasa sistem gratis ongkos kirim dapat dihapuskan supaya para pedagang daring dan luring dapat bersaing secara sehat. Ia juga menginginkan aplikasi Tiktok hanya sebagai sarana hiburan dan bukan berdagang.
"Kalau aku lihat-lihat Tiktok itu jualannya buset ancur banget harganya," tutur Ismi, 48 tahun. Ia merasa harga di platform online bisa jauh lebih murah karena penyuplai langsung yang menjual barang. Sedangkan, mereka yang mengambil barang dari distributor tetap harus mengambil untung dengan menaikan harga.
Selain di Tanah Abang, persaingan dengan toko online juga dirasakan pedagang di Pasar Senen dan Thamrin City. Santa, 52 tahun, yang mengelola toko di Pasar Senen juga melakukan penjualan secara online saat tokonya sedang sepi. Namun, tetap saja barang yang terjual hanya satu atau dua buah.
"Kita masih mengutamakan offline, tapi kita harus belajar dari sekarang untuk online-nya," ujarnya.
Lain halnya dengan Nay, 24 tahun, pedagang lain di Pasar Senen, yang sudah mulai mempelajari cara penjualan online sejak masa pandemi. Ia merasakan perbedaan dengan ikut berjualan secara online.
"Lebih ke online karena pelanggan dari luar kota juga banyak, kan. Kalau di sini, kan kita ngarepnya orang Jakarta doang," ujarnya.
Pun dengan Ina, 44 tahun, yang berjualan di Thamrin City. Dia merasakan manfaat memiliki toko online meski tak membantu banyak. "Tapi Shopee mulai sepi juga ini," ujarnya.
Namun, ada pula pedagang yang merasa berjualan secara online tidak cocok dengan produknya. "Kalau online, biasanya cepat dibajak," kata Alex, 42 tahun, yang menjual kerajinan tangan.
ALIFYA SALSABILA NOVANTI
Pilihan Editor: Eks Warga Kampung Bayam Cabut Gugatan ke Pemprov DKI dan Jakpro, Alasannya ...