TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum (JPU) memutuskan tidak lagi melontarkan pertanyaan untuk Rocky Gerung yang menjadi saksi dalam sidang Haris Azhar hari ini. Sebab, jaksa menilai jawaban Rocky subjektif.
“Oleh karena itu, kami menutup untuk tidak melanjutkan pertanyaan karena tidak memiliki faedah dalam pembuktian kami,” kata salah satu JPU di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin, 9 Oktober 2023.
Sidang kasus dugaan pencemaran nama baik yang menyeret Haris dan Fatia Maulidiyanti kembali digelar hari ini dengan agenda pemeriksaan saksi ahli. Ada dua saksi ahli di bidang hukum yang hadir, yaitu Rocky dan dosen Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Herlambang Wiratraman.
Saat giliran JPU bertanya, jaksa meminta penjelasan dari Rocky ihwal standar untuk mengukur kebebasan berekspresi. Selain itu, muncul juga pertanyaan apakah kebebasan berekspresi di Indonesia bersifat absolut.
Menurut jaksa, jawaban Rocky soal kebebasan berekspresi terlalu subjektif. Padahal, jaksa mengklaim, pertanyaan yang mereka ajukan netral dan umum.
Jaksa mengingatkan lima aturan menjadi saksi persidangan, yakni kualifikasi, topik, jenis keterangan ahli, bercorak kesaksian, dan objektivitas.
“Apa yang saudara Rocky jelaskan, tanpa mengurangi rasa hormat, kami tetap melihat subjektivitas konflik kepentingan, karena yang bersangkutan juga dalam permasalahan. Jadi sangat tidak mungkin melepaskan subjektivitas dalam masalah,” ucap seorang jaksa.
Rocky memang sedang beperkara di sejumlah Polda dan Mabes Polri buntut dari ucapannya mengkritik Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Video Rocky mengkritik Jokowi sempat viral. Total ada 24 laporan polisi di Polda dan Mabes Polri.
Respons Rocky Gerung dan Haris Azhar
Di tengah protes jaksa, Hakim Ketua Cokorda Gede Arthana, mencoba menengahi. Cokorda mempertanyakan definisi kebebasan berekspresi menurut Rocky. Dia pun mengingatkan Rocky telah disumpah sebelum persidangan dimulai.
“Saya cuma tanya pendapat ahli, kebebasan berekspresi itu apa sebetulnya?” tanya Cokorda.
Rocky merespons bahwa kebebasan berekspresi sudah pasti mengandung pandangan yang subjektif. “Ekspresi saya hasil subjektivisme saya sebagai otonomi. Setiap saya ucapkan ekspresi, saya di-drive oleh kemanusiaan, tidak boleh berbohong di situ,” kata Rocky.
Haris Azhar pun turut berkomentar. “Saya ingin membuat satu pernyataan bahwa ancaman terhadap kebebasan berekspresi sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh ahli dalam beberapa tahun terakhir selalu diadili oleh JPU. Institusi kejaksaan dipakai untuk membangun rasa takut di negeri ini,” terang Haris menanggapi JPU.
Pilihan Editor: Dugaan Pemerasan Syahrul Yasin Limpo oleh Pimpinan KPK, Penyerahan Uang Sudah Terjadi 3 Kali?