TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta Michael Rolandi Cesnanta membenarkan adanya pemotongan penyesuaian upah atau rapel selisih gaji Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP). Namun, dia menambahkan, pemotongan rapelan memang merupakan kewajiban dari PJLP.
"Pemotongan tersebut meliputi potongan pajak, potongan BPJS Kesehatan, serta potongan absensi," kata Michael menjelaskan dalam keterangan tertulis, Minggu 19 November 2023.
Baca juga:
Dia memberikan ilustrasi simulasi umum: Si A saat Januari sampai dengan Oktober 2023 sudah menerima uang balas jasa bulanan Rp 4.641.854 di mana saat pembayaran per masing-masing bulanannya sudah dipotong kewajiban PPh, BPJS, dan potongan absensi.
Kepala BPKD DKI itu menjelaskan penghitungannya adalah PPh (5 persen) dan BPJS (1 persen tanggungan PJLP yang bersangkutan) yang sudah dipotongkan berdasarkan basis penghasilan Rp 4.641.854.
Saat ini, Michael menambahkan, ketika ada penyesuaian biaya jasa ditambahkan per bulan Rp 259.944,- (berlaku surut dari Januari 2023), maka dasar penghitungan PPh dan BPJS harus disesuaikan menjadi Rp 4.901.798. Karenanya terdapat kekurangan atas PPh dan BPJS Kesehatan yang sudah dipotong pada bulan-bulan yang lalu, tepatnya Januari-Oktober 2023.
"Oleh karena itu, saat rapelan kemarin, kekurangan pembebanan PPh dan BPJS Kesehatan per masing-masing PJLP, diambil dari jumlah rapel yang mereka terima," kata dia.
Adapun rincian dari perhitungan rapelan tersebut, sebagai berikut:
- BPJS yang sudah dipotong Januari 2023 (Rp 4.641.854 x 1 persen = Rp 46.419)
- BPJS yang seharusnya setelah diberikan tambahan Rp 300 ribu per rapel (Rp 4.901.798 x 1 persen = Rp 49.018).
- Selisih Rp 49.018 - Rp 46.419 = Rp 2.599 perbulan x 10 bulan = Rp 25.990 diambilkan atau dipotong dari jumlah rapel.
Hitungan yang sama juga diberlakukan untuk menghitung kekurangan PPh dan potongan absensi. Michael mengatakan, potongan absensi berdasarkan keterlambatan dan ketidakhadiran PJLP di masing-masing bulannya. Hal ini, dia mengingatkan, sudah tertuang dalam masing-masing kontrak antara PJLP dan SKPD.
Kepala BPKD DKI itu pun mengungkapan penyebab besaran potongan yang berbeda-beda di antara PJLP. Pertama, adanya potongan absensi yang berbeda-beda di antara para PJLP. Kedua, dasar pengenaan PPh dihitung atas dasar ads-nya PTKP (ada perbedaan PTKP bagi yang bujangan dan yang sudah berkeluarga dengan jumlah anak berbeda).
Ketiga, saat menerima biaya jasa pada Januari-Oktober 2023, berdasarkan hasil rekonsiliasi dengan BPJS Kesehatan, terdapat PJLP yang belum dipotong BPJS Kesehatannya dan kurang potong pajak. Dalam kasus ini, saat penerimaan rapel, kekurangan pembayaran PPh dan BPJS Kesehatan, diambilkan dari uang rapelannya yang diterima.
Menurut Michael, dalam rangka pemenuhan ketentuan penghitungan potongan pajak, sebelum proses pencairan rapel PJLP, hitung-hitungannya telah dikonsultasikan dengan Kantor Pelayanan Pajak Gambir I. Untuk potongan BPJS sudah dilakukan rekonsiluasi sebelumnya dengan Kantor BPJS Kesehatan.
"Atas potongan tambahan PPh yang dilakukan oleh Bendahara, segera akan disetorkan ke Bank Persepsi sebagai Penerimaan Negara. Untuk potongan BPJS disetorkan ke BPJS Kesehatan, sedangkan potongan absensi menjadi sisa anggaran pada masing-masing OPD," tuturnya.
Pilihan Editor: Pertahankan Jalan Gang X dari MNC, Warga Kebon Sirih Nantikan Audiensi dengan Wali Kota Jakarta Pusat