TEMPO.CO, Jakarta - Persidangan kasus Luhut Binsar Pandjaitan versus dua aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti segera mendekati babak akhir, yakni putusan majelis hakim.
Luhut, yang menjabat Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Kabinet Presiden Joko Widodo atau Jokowi melaporkan Haris dan Fatia ke Polda Metro Jaya atas pencemaran nama baik pada 22 September 2022. Kasus ini semakin mempopulerkan sebutan Lord Luhut yang selama ini kerap disematkan pada menteri kepercayaan Jokowi itu.
Kemudian pada 19 Maret 2023, Polda Metro menetapkan Haris Azhar dan Fatia sebagai tersangka. Namun menurut versi Kejaksaan Tinggi DKI, kasus ini sudah dinyatakan P21 atau lengkap pada 2 Februari 2023. Pengadilan Negeri Jakarta Timur mulai menyidangkan kasus ini pada Senin, 3 April 2023.
Berdasar keterangan majelis hakim, pembacaan putusan akan digelar pada Senin, 8 Januari 2024. "Kami akan memutus perkara ini pada tanggal 8 Januari 2024," kata Hakim Ketua Cokorda Gede Arthana di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin, 11 Desember 2023.
Menjelang pembacaan putusan hakim, sejumlah pihak yang tergabung dalam jaringan masyarakat sipil nasional dan internasional menyampaikan Amicus Curiae atau “Sahabat Pengadilan” yang ditujukan langsung pada perkara Fatia-Haris.
Mereka yang menyampaikan amicus curiae adalah:
- Poros Anak Muda Sosia Politika (Acep Jamaludiin)
- Lembaga Bantuan Hukum Pers (Mulya Sarmono)
- Hasanuddin Law Study Centre (HLSC) (Dasya/Aura)
- Indonesia Memanggil Lima Puluh Tujuh Institute (IM57+ Institute) (Praswad Nugraha, ketua IM 57)
- Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) (Alviani Sabilah – Peneliti)
- Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) (Satria Unggul Wicaksana - UMS)
- Constitutional Law Society Fakultas Hukum UGM (CLS FH UGM) (Nasywa Anandita)
- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia dan Indonesian Center for Environmental Law (Teo Reffelsen)
- Ikatan Alumni Trisakti (Risno Parkur)
- Blok Politik Pelajar (Muzaffar)
- Keluarga Mahasiswa Intitut Teknologi Bandung (Revanka Mulya)
- Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) (M. Syafi’ie)
- Alumni Badan Pekerja KontraS (Mulki Makmum)
Amicus curiae merupakan pihak ketiga di luar pihak berperkara untuk terlibat dalam peradilan dalam bentuk pendapat tertulis yang nantinya dapat digunakan hakim sebagai salah satu pertimbangan dalam memutus perkara.
Mereka, 20 orang itu menggelar konferensi pers melalui Zoom dan YouTube KontraS pada Jumat, 5 Januari 2024. Menyatakan pendapat mereka telah dikirim ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur agar dijadikan pertimbangan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk memutuskan perkara Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
Salah satu perwakilan amicus curiae, Mulya Sarmono dari Lembaga Bantuan Hukum Pers mengatakan lembaganya mengadvokasi tiga isu dalam perkara Haris Fatia versus Luhut ini, yakni kebebasan berekspresi, kemerdekaan pers dan keterbukaan informasi publik. Menurutnya banyak kasus-kasus kriminalisasi lain terhadap aktivis bahkan jurnalis yang terjadi di Indonesia.
"Kami melakukan penelitian mengirim amicus curiae terutama di kasus Fatia-Haris ini," kata Sarmono.
Pihaknya juga memberi masukan agar dilakukan revisi Undang-Undang ITE. Haris dan Fatia, kata Sarmono memiliki hak dalam menyampaikan pendapat dan hak berinternet.
"Tuntutan jaksa meminta majelis hakim melalui kominfo menghapus konten Haris dan Fatia. menurut kami itu melanggar hak-hak internet," ujarnya.
Menurutnya Haris dan Fatia berhak dibebaskan dari segala tuntutan dan ada jaminan ke depan bagi masyarakat yang hendak mengemukakan pendapat tidak ada hal serupa.
"Negara melalui pengadilan harusnya menghargai kebebasan berekpresi terlebih menyangkut kepentingan umum," tuturnya.
Dasya dari Hasanudin Law Study Centre menyebut jika putusan hakim nantinya menyatakan Haris-Fatia bersalah, maka kebebasan berpendapat di Indonesia dipukul mundur terutama pada pemberantasan korupsi. Masyarat yang memilki peran untuk mengawasi korupsi justru dihukum.
"Pemidanaan yang akan dijatuhkan kepada bang Haris dan Fatia yang kami dengar putusannya minggu depan pasti akan memukul mundur pemberantasan korupsi di Indonesia di mana masyarakat justru di kriminalisasi dituntut dan di pidana," katanya.
Luhut mempolisikan Haris dan Fatia berdasarkan video dengan tajuk ‘Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya" yang diunggah melalui akun Youtube milik Haris Azhar pada 20 Agustus 2021.
Dalam video tersebut dibahas sejumlah laporan organisasi termasuk Kontras tentang bisnis para pejabat atau purnawirawan TNI di balik bisnis tambang emas atau rencana eksploitasi wilayah Intan Jaya, Papua.
Laporan tersebut menyatakan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan masih memiliki saham di perusahaan Toba Sejahtra Group. Toba Sejahtra Group melalui anak usahanya, PT Tobacom Del Mandiri, disinyalir mengempit sebagian saham PTMQ. West Wits Mining sebagai pemegang saham PTMQ membagi saham kepada Tobacom dalam proyek Derewo River Gold Project.
Tak terima namanya dikaitkan dengan tambang di Papua, Luhut melalui bawahannya melayangkan somasi kepada Fatia dan Haris. Somasi itu berujung pada laporan ke Polda Metro Jaya. Dalam laporannya, pihak Luhut menganggap pernyataan kedua aktivis adalah fitnah dan berita bohong.
Pilihan Editor: Sidang Perdana Laporan Luhut, Haris Azhar Nilai Banyak Dakwaan Jaksa Berisi Fitnah