TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, menilai putusan hakim yang membebaskan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti di kasus dugaan pencemaran nama baik Luhut Binsar Panjaitan bisa dilihat dari dua sisi.
Pertama, putusan ini menunjukkan lembaga peradilan masih menegakkan hak kebebasan berekspresi. "Positifnya tentu saja alhamdulillah ini pertanda baik," ujar Zainal ketika dihubungi, Senin, 8 Januari 2024.
Di sisi lain, secara politis, ia menduga penguasa berusaha menghindar dari kekalahan jika pengadilan memutuskan Haris Azhar dan Fatia bersalah.
Putusan hari ini dinilai bisa saja berbeda jika momennya tidak berdekatan dengan Pemilu 2024. Jika ini terjadi tidak menguntungkan penguasa secara politis dan bisa menimbulkan antipati. "Antisipasi publik. Apalagi tahun politik," ucapnya.
Zainal mengklaim bebasnya pendiri Lokataru dan eks Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) ini berkat kerja keras tim pengacara. Menurut dia, sejak dulu tim pengacara sudah dahsyat dan canggih.
"Karena kalau soal kecanggihan pengacara publik, saya kira harusnya masyarakat sipil memenangkan begitu banyak proses di pengadilan manapun berkaitan dengan isu struktural," katanya. Namun, ia menilai justru kehebatan pengacara di Indonesia seringkali kalah di hadapan kekuasaan.
Karena itu vonis bebas yang diterima Haris Azhar-Fatia hari ini bisa jadi berbeda sebab kekuasaan menghindar dari kekalahan lainnya.
Putusan itu dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Cokorda Gede Arthana. Sidang vonis perkara dugaan pencemaran nama baik Luhut Binsar Panjaitan ini digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, pada Senin, 8 Januari 2024.
"Majelis hakim berpendapat kedua terdakwa tidak terbukti bersalah. Sesuai pasal maka terdakwa dinyatakan bebas dari segala dakwaan. Terdakwa rehabilitasi memulihkan hak kedudukan harkat dan martabatnya," bunyi putusan yang diberikan majelis hakim.
Sebelum divonis bebas dari segala dakwaan, Haris Azhar sebelumnya dituntut oleh jaksa penuntut umum 4 tahun penjara dan Fatia 3 tahun 6 bulan.
Keduanya dilaporkan oleh Luhut Binsar Pandjaitan atas konten YouTube Haris Azhar berjudul "ADA LORD LUHUT DIBALIK RELASI EKONOMI-OPS MILITER INTAN JAYA!!JENDERAL BIN JUGA ADA”. Konten berasal dari diskusi siniar oleh Haris-Fatia membahas laporan berjudul ‘Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya’.
Kajian yang menjadi bahan untuk dialog keduanya dikerjakan oleh Koalisi Bersihkan Indonesia soal praktik bisnis di Blok Wabu, Papua. Namun Luhut menuduh keduanya membuat pernyataan sepihak, selain juga tersinggung dengan diksi Lord Luhut.
Haris Azhar-Fatia sudah menjalankan total 31 kali agenda persidangan pada 2023, sebelum sidang vonis hari ini. Mulai dari pemeriksaan terdakwa, pemeriksaan saksi ahli, pembacaan pleidoi, dan replik-duplik.
Pilihan Editor: Kasus Korupsi di Bekasi, Dana Hibah Jakarta untuk Daerah Mitra Diminta Dihentikan Sementara