TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Perkumpulan Pengusaha Hiburan Indonesia (Perphindo) Hana Suryani menyampaikan, sejak 2022, sejumlah pengusaha di Jakarta terdampak regulasi pajak hiburan yang naik 40-75 persen. Kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
"Buat saya, undang-undang ini pembunuhan," katanya saat dihubungi Tempo, Selasa, 16 Januari 2024.
Soal pajak hiburan naik 40-75 persen kini menjadi isu yang ramai diperbincangkan usai diprotes kalangan pengusaha. UU 1/2022 pun menjadi sorotan.
Hana menuturkan usaha hiburan yang terdampak regulasi ini mencakup karaoke, bar, diskotik, klub malam, griya pijat, dan spa. Dia menilai bahwa tingginya pajak hiburan tak mendukung kesejahteraan para pengusaha yang menggeluti dunia bisnis itu.
Menurut dia, banyak usaha hiburan yang tidak bertahan lama. Bahkan, banyak bisnis yang gulung tikar, tapi tidak didetailkan jumlahnya. Kondisi ini memburuk ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
"Kami semua belum ada yang untung kok. Sebelum pandemi saja kami sudah turun karena pajak memberatkan," ucap Hana.
Usai pandemi, Hana menjelaskan, pengusaha hiburan yang memiliki tempat usaha sendiri cenderung bisa bertahan. Namun para pengusaha itu terlilit utang untuk membayar biaya operasional semisal listrik, sewa tempat, karyawan, dan pajak.
"Kelihatannya menggeliat karena memang harus bergerak dulu, tapi apakah ada untung? Enggak ada," ujarnya.
Pilihan Editor: Kaesang Sambangi Depok Besok, PSI: Berjuang Memenangkan Prabowo-Gibran
