TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah warga Jakarta mengkritik regulasi kenaikan pajak hiburan menjadi 40-75 persen, khususnya di kawasan DKI Jakarta. Pajak hiburan yang naik itu dinilai menambah beban bagi konsumen, khususnya dari kalangan muda.
Ayu, 24 tahun, salah seorang warga Jakarta Selatan menilai bahwa regulasi itu justru merugikan kelas pekerja dari kalangan menengah ke bawah. "Hidup lagi stres-stresnya, mau punya hiburan malah dimahalin," kata dia kepada Tempo, Selasa, 16 Januari 2024.
Wanita yang berprofesi sebagai pegawai itu lebih sepakat apabila pajak hiburan hanya dikenakan bagi mereka yang berpenghasilan besar. Pajak hiburan bagi kalangan berpenghasilan rendah justru mengganggu kebutuhan psikis.
"Kalau orang berduit mah mau dipajakin berjuta-juta enggak bakal bikin miskin. Mereka anggap itu sedekah," ujarnya.
Keresahan yang sama juga dialami oleh Ainnisa, 22 tahun, warga Bekasi yang bekerja di Jakarta Selatan. Dia khawatir kenaikan pajak hiburan akan memperparah pengeluaran sebagai konsumen.
"Misalnya, harga minum di klub. Di luar klub harga minuman Rp 300 ribu, kalau udah masuk klub bisa Rp 900 ribu hingga Rp 1,2 juta. Kalau pajaknya 40 persen-75 persen, akan seberapa mahal lagi?" katanya Ainnisa kepada Tempo.
Wanita yang berprofesi sebagai paralegal itu mengatakan daya beli masyarakat masih belum sebanding dengan pajak yang dinaikkan. Kenaikan pajak hiburan, hanya akan menurunkan minat konsumen di dunia hiburan.
Sebelumnya, Ketua Perkumpulan Pengusaha Hiburan Indonesia (Perphindo) Hana Suryani mengkritik regulasi pajak hiburan yang naik menjadi 40-75 persen, khususnya di DKI Jakarta. Dia menilai regulasi itu berdampak pada konsumen tempat hiburan yang berasal dari kalangan anak muda.
"Kalau penikmat hiburan berusia 20 tahun ke atas, daya belinya enggak besar karena mereka karyawan doang," kata Hana saat dihubungi Tempo, Selasa, 16 Januari 2024.
Hana menyayangkan pemerintah yang tak melakukan kajian perihal konsumen yang menikmati bisnis hiburan. Dengan demikian, jelas Hana, kenaikan pajak itu justru merugikan konsumen yang berasal dari kalangan pemuda yang sedang mencari hiburan.
"Pada buat kajian dulu dong. Apakah daya belinya mampu dengan kenaikan 40 persen. Seharusnya dicek juga, siapa sih marketnya ini? usia berapa?" tuturnya.
Ketentuan pajak hiburan naik menjadi 40-75 persen merupakan keputusan pemerintah pusat. Regulasinya termaktub dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga telah resmi menaikkan pajak hiburan untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa menjadi 40 persen. Aturan ini termaktub dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang diteken Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono pada 5 Januari 2024.
Pilihan Editor: Little Bangkok Tanah Abang Jadi Destinasi Belanja Baru, Pedagang Raup Omzet Hingga Rp 20 Juta