TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta sedang mengkaji lokasi yang akan dijadikan zona rendah emisi atau Low Emission Zone (LEZ). Hal ini sebagai tindak lanjut dari komitmen perluasan kawasan rendah emisi.
Menurut Humas DLH DKI Jakarta Yogi Ikhwan, perluasan LEZ ini sebagai salah satu strategi pengendalian kualitas udara Jakarta. Mengingat, hasil evaluasi terhadap dua kawasan rendah emisi di Kota Tua dan Tebet Eco Park menunjukan dampak baik.
"Hasilnya efektif, sehingga ini menjadi acuan dalam memperluas kawasan rendah emisi ke depannya," kata dia melalui pesan WhatsApp, Ahad, 21 Januari 2024.
Efektifitas tersebut, kata Yogi, dibuktikan dengan parameter polutan yang secara konsisten berkurang. "Kami letakan SPKU (stasiun pemantau kualitas udara) Mobile, terbukti parameter polutannya konsisten berkurang," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengungkapkan kualitas udara di Jakarta sempat mengalami penurunan yang signifikan dibanding tahun- tahun sebelumnya.
Menurutnya, hal tersebut bisa terjadi karena berbagai faktor, salah satunya ada rendahnya curah hujan diperiode tersebut. “Dibandingkan 2022, konsentrasi PM2.5 di 2023 cenderung lebih tinggi terutama pada musim kemarau," ujarnya.
Fenomena itu dipengaruhi munculnya gejala El Nino yang menyebabkan curah hujan rendah dalam periode lebih lama hingga Oktober. Bahkan pengaruhnya berlangsung hingga Desember 2023.
Menurut dia, data tahunan itu diambil dari seluruh SPKU yang tersebar diseluruh wilayah Jakarta. Saat ini, DLH DKI memiliki 12 SPKU yang bertaraf reference grade dan akan ditambah di tahun ini.
“Ditambahkan lagi sembilan ditahun ini. Targetnya 25 SPKU reference-grade di 2025, jumlah ini merupakan jumlah yang ideal,” ucap Asep.
Selain menambah jumlah SPKU, DLH DKI akan menguatkan regulasi peningkatan kualitas udara, salah satunya melalui zona rendah emisi.
Pilihan Editor: Dirut Jakpro: Semua Warga Jakarta Bisa Tinggal di Rusun di JIS Asalkan ...