Di sisi lain, Zainal menilai lolosnya Partai Gelora merupakan strategi politik untuk memenangkan pasangan calon presiden nomor urut dua, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Gibran merupakan anak dari presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Ia menjelaskan Partai Gelora didirikan oleh eks kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dalam pemilu 2024, PKS mendukung pasangan capres nomor urut satu, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Sementera Gelora ada di kubu Prabowo-Gibran.
“Artinya, lolosnya Partai Gelora (dalam Pemilu 2024) memang berpotensi memecah suara pemilih PKS, yang selama ini termasuk ke dalam pemilih paling militan,” ujarnya dalam Film Dirty Vote yang disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono itu.
Dia menjelaskan dalam teori ilmu politik kejadian tersebut dikenal dengan istilah shadowing. Teori shadowing pada dasarnya adalah mendirikan sebuah parpol sebagai bayangan untuk memecah suara partai dengan segmen pemilih yang sama, tetapi di partai yang lain. Hal itu kira-kira, menurut dia, bisa terjadi dalam konteks Partai Gelora dan PKS.
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengunggah video pernyatannya di media sosial X usai partainya disebut-sebut dalam film Dirty Vote. “Kenapa sih orang gak suka Gelora?” katanya.
Ia mengklaim banyak yang tidak suka Partai Gelora karena memiliki mimpi menjadikan Indonesia sebagai negara superpower baru. Selain itu, kata dia, Partai Gelora mendukung bersatunya Prabowo dan Jokowi yang dalam dua edisi pilpres sebelumnya selalu bersaing. Menurut dia, bersatunya Prabowo dan Jokowi bisa membuat Indonesia lebih kuat.
"Sekarang buktinya. Pak Prabowo dan Jokowi gabung jadi kuat. Benar-benar menjadi kuat. Bagaimana gak sakit hati mereka melihat kenyataan ini,” tuturnya.
Selanjutnya: Profil Partai Gelora