TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar, mengungkap dugaan kejanggalan lolosnya Partai Gelombang Rakyat Indonesia atau Partai Gelora di Pemilu 2024 dalam film documenter Dirty Vote.
Dalam film itu, Zainal mula-mula menerangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi partai politik untuk lolos tahap verifikasi sebagai peserta pemilu 2024. Mulai dari harus memiliki 100 persen kepengurusan dan kantor di level ibu kota provinsi, 75 persen di tingkat kabupaten/kota, dan 50 persen kepengurusan di lingkup kecamatan.
“Dan ini yang paling penting, ditambahkan adalah 30 persen keterwakilan perempuan,” kata Zainal dalam Film Dirty Vote yang diunggah di kanal YouTube, pada Ahad, 11 Februari 2024.
Tak hanya itu, lanjut dia, parpol yang ingin maju dalam Pemilu 2024 harus memiliki minimal 1.000 kader pemegang kartu tanda anggota per kabupaten/kota.
Dalam kasus Partai Gelora, kata Zainal, banyak kejanggalan ditemukan di lapangan. Salah satunya dalam dokumen berita acara Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah. Dokumen memuat instruksi KPU agar mengubah status Partai Gelora, dari tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat.
“Partai Gelora tidak memenuhi syarat, khususnya syarat soal 1.000 orang berkartu anggota di Kabupaten Murung Raya. Dari sampel Uji Petik yang dilakukan terhadap 114 kartu tanda anggota Partai Gelora, hanya 85 orang yang terverifikasi punya kartu tanda anggota. Namun, luar biasanya partai ini tetap dinyatakan lolos,” ucapnya.
Zainal membeberkan contoh kasus yang terjadi di Sangihe. Menurut dia, salah satu aparatur sipil negara, mengaku telah melakukan kecurangan dengan mengubah verifikasi partai yang tidak lolos menjadi lolos.
Selanjutnya: Lolosnya Partai Gelora strategi memenangkan Prabowo-Gibran