TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan menantang PT Pertamina (Persero) membatalkan kontrak atau perjanjian kerja sama pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG (Liquefied Natural Gas) potensial di Amerika Serikat.
Karen Agustiawan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina pada 2011-2021. "Bisa dibatalkan, masalahnya mau apa enggak karena sekarang sudah untung. Kalau untung kan yang nikmatin Pertamina dan Pemerintah sebagai deviden. Saya sekarang tantang Pertamina batalin. Pengen tahu saya," katanya saat ditemui seusai sidang di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat, Senin, 4 Maret 2024.
Baca Juga:
Menurut Karen, Pertamina dan pemerintah telah mendapat keuntungan dari kontrak pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG). Hingga akhir 2023, keuntungan yang diterima sekitar US$ 92 juta. "Tapi sampai 2030 proknusanya sudah sekitar US$ 230 juta. dollar Amerika bukan dollar dollar,"ujarnya.
Melihat keuntungan yang telah didapat, Karen pun menantang Pertamina membatalkan kontrak tersebut karena dirinya merasa dirugikan. "Udah untung, sangat untung, makanya ini konsekuen dong kalau rugi saya ditahan kalau untung saya jangan ditahan," kata dia.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Eks Dirut Pertamina, Karen Agustiawan pada 19 September 2023 di rumah tahanan (Rutan) KPK. Ketua KPK pada saat itu, Firli Bahuri, menyampaikan kasus yang membuat Karen Agustiawan ditahan bermula pada 2012, PT Pertamina berencana mengadakan liquefied natural gas (LNG) sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia.
Perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia dikurun waktu 2009 s/d 2040 sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, Industri Pupuk ,dan Industri Petrokimia lainnya di Indonesia.
“Sebagai Dirut Pertamina periode 2009-2014 mengeluarkan kebijakan guna menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri di antaranya Corpus Christi LLC Amerika Serikat,” katanya.
Firli Bahuri menegaskan, Karen Agustiawan secara sepihak mengambil kebijakan dan keputuasn dan langsung melakukan kontrak perjanjian perusahaan Corpus Christi tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh. Karen, menurut Firli, juga tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero.
“Selain itu pelaporan untuk menjadi bahasan dilingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini Pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari Pemerintah saat itu,” ucap Firli.
Dengan begitu, terang Firli, LNG milik PT Pertamina yang dibeli dari perusahaan Corpus Christi Amerika Serikat tidak terserap di pasar domestik. Akibatnya, terjadi suplai LNG berlebihan dan gas alam itu disebut tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.
MUTIA YUANTISYA | BAGUS PRIBADI
Pilihan Editor: Tak Terima Dakwaan Jaksa KPK, Karen Agustiawan: Dijadikan Tersangka atas Kontrak yang Tidak Berlaku