Awal Mula Kisruh PPLN Kuala Lumpur
Kisruh ini bermula dalam menyusun daftar pemilih luar negeri di Kuala Lumpur, para terdakwa selaku anggota PPLN setempat menerima Data Penduduk Potensial Pemilih atau DP4 dari KPU dengan jumlah 493.856 pemilih untuk dilakukan coklit.
Dari DP4 tersebut, daftar pemilih yang berhasil dilakukan coklit oleh pantarlih hanya sebanyak 64.148 pemilih. Kemudian, pada 5 April 2023 dilakukan rapat pleno penetapan DPS.
Rapat pleno tersebut diwarnai perdebatan karena perwakilan partai politik protes lantaran daftar pemilih yang tercoklit hanya sedikit dari jumlah keseluruhan DP4.
PPLN Kuala Lumpur kemudian memutuskan data DP4 yang belum tercoklit dijadikan DPS, dikurangi data tidak memenuhi syarat atau TMS, ditambah dengan yang dicoklit, sehingga hasil akhir yang ditetapkan menjadi DPS adalah 491.152 pemilih.
“Hal tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena penetapan DPS harus berdasarkan data hasil coklit yang telah diverifikasi,” kata jaksa dalam sidang perdana, seperti dikutip Antara.
Setelah DPS ditetapkan, data DPS disebut seharusnya diumumkan di Kantor Perwakilan RI selama 14 hari untuk mendapatkan tanggapan dari masyarakat. Tapi, PPLN Kuala Lumpur hanya mengumumkan data DPS di story dan feed media sosial Facebook.
Sehingga tidak ada masukan dan tanggapan dari masyarakat,” kata jaksa.
Kemudian, PPLN Kuala Lumpur melakukan perbaikan data DPS untuk direkapitulasi menjadi DPSHP. Namun, perbaikan hanya didasarkan pada masukan dari partai politik yang tidak berdasarkan data yang valid.
Dalam rapat pleno terbuka pada 12 Mei 2023, jumlah DPS yang ditetapkan menjadi DPSHP adalah 442.526 pemilih, dengan rincian metode TPS 438.665 pemilih, KSK 525 pemilih, dan Pos 3.336 pemilih.
Selanjutnya, pada 21 Juni 2023, dilakukan rapat pleno terbuka yang dihadiri oleh seluruh anggota PPLN, perwakilan partai politik, Panitia Pengawas Pemilu atau Panwaslu dan perwakilan Kedutaan Besar RI.
Dalam rapat tersebut perwakilan Partai NasDem, Perindo, Demokrat, dan Gerindra meminta penambahan 50 persen untuk komposisi Pos, 20 persen atau maksimal 30 persen untuk TPS, dan sisanya KSK. Namun, rapat diskors karena terjadi kebuntuan.
Saat rapat diskors, perwakilan partai politik tersebut melobi para terdakwa, kecuali terdakwa Masduki yang telah mengundurkan diri, untuk meminta agar metode KSK ditambah 30 persen.
Rapat itu memutuskan bahwa komposisi DPT KSK menjadi 67.945 dari semula 525 pemilih, DPT POS menjadi 156.367 dari semula 3.336 pemilih, sementara TPS LN menjadi 222.945. Sehingga, DPT Tingkat PPLN Kuala Lumpur adalah 447.258 pemilih.
“Para terdakwa telah mengetahui bahwa daftar pemilih yang mereka kelola sudah tidak valid sejak tahap penetapan DPS. Namun, para terdakwa tetap melakukan perubahan data dari metode pengambilan suara TPS dan mengalihkan ke metode KSK dan Pos, sehingga banyak pemilih dalam daftar yang tidak jelas alamat dan nomor kontaknya,” kata jaksa.
PIlihan Editor: Bea Cukai Tetapkan Aturan Baru, Bagaimana Nasib Jasa Jastip dan Penjual Bagasi?