TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menetapkan tersangka dan menahan 15 orang dalam kasus pungutan liar atau pungli di rumah tahanan (rutan) KPK.
“Proses hukum dugaan tindak pidana korupsi, yang dilakukan oleh Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi, dengan penetapan kepada 15 oknum pegawai sebagai Tersangka,” kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, Jumat, 15 Maret 2024.
Sebelumnya, Dewan Pengawas KPK menemukan adanya praktik pungli di rutan KPK. Nominalnya mencapai Rp 4 miliar terhitung sejak Desember 2021 hingga Maret 2022.
Modus pungli di rutan KPK
Menurut anggota Dewas KPK, Albertina Ho, modus dari dugaan praktik pungli di Rutan KPK ini dilakukan dengan cara transaksi tunai hingga transfer ke rekening. Adapun untuk transaksi menggunakan metode transfer, pelaku akan menggunakan rekening pihak ketiga. Namun, dia tidak menjelaskan secara detail mengenai modus yang digunakan karena hal tersebut sudah masuk ke dalam ranah pidana.
“Pungutan-pungutan itu dilakukan ada berupa setoran tunai atau menggunakan rekening pihak ketiga dan sebagainya,” ujar Albertina.
Albertina menjelaskan, praktik pungutan liar yang ditemukan oleh pihaknya itu nominalnya mencapai Rp 4 miliar terhitung sejak Desember 2021 hingga Maret 2022. "Ini murni temuan dewan pengawas, tidak ada pengaduan. Pungutan liar yang dilakukan terhadap para tahanan yg ditahan di rutan KPK," kata Albertina.
Albertina mengaku, temuan itu sudah disampaikan oleh pimpinan KPK sejak 16 Mei 2023 lalu untuk ditindaklanjuti unsur pidananya. "Kami juga sudah melakukan klarifikasi-klarifikasi, nanti setelah selesai klarifikasi semua tentu saja hasilnya akan diberitahu secara transparan," ujarnya.
Transaksi pungli tersebut dilakukan secara berlapis. Uang pungli tersebut diberikan secara tidak langsung dan berlapis untuk menyamarkan jejak transaksi kepada pegawai yang terlibat.
Dilansir dari Majalah Tempo Edisi 21 Januari 2024, untuk memuluskan pola pungli, sipir membentuk struktur di rutan KPK. Ada tahanan yang ditunjuk sebagai koordinator pengepul uang dan disebut “korting”. Tugasnya adalah mengutip setoran ponsel setiap bulan sebesar Rp 5 juta, uang rokok, hingga biaya jasa pemesanan makanan lewat ojek aplikasi. Para korting lalu menyetorkan uang kepada sipir yang bertugas mengumpulkan setoran. Sipir pengepul ini dijuluki “lurah:
Untuk menyamarkan transaksi, setoran ke dan dari korting kepada lurah ditransfer melalui rekening bank khusus. Rekening pengepul menggunakan nama orang di luar kpk. Dari pungutan berjenjang tersebut, seorang lurah bisa mengumpulkan Rp 60-80 juta per bulan. Ia lalu membaginya kepada para sipir. Namun, di atas lurah masih ada kepala regu, kepala keamanan dan ketertiban, hingga kepala rumah tahanan.
Praktik pungli langgeng sebab para tahanan KPK tak punya pilihan. Sesama tahanan akan membujuk tahanan lain agar bersedia memberi uang dengan alasan kebersamaan. Mereka yang tak mampu dan menolak membayar akan disuruh membersihkan penjara.
ANANDA RIDHO SULISTYA | MAJALAH TEMPO | BAGUS PRIBADI | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | ANDIKA DWI
Pilihan Editor: Kilas Balik Kasus Pungli di Rutan KPK, Terbongkarnya Diawali Kejadian Pelecehan Seksual