TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum menuntut tujuh anggota PPLN Kuala Lumpur dengan pidana enam bulan penjara dan denda Rp 10 juta. Para anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) itu menjadi terdakwa dugaan pemalsuan daftar pemilih pada Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Jaksa menilai semua terdakwa terbukti melawan hukum dalam memalsukan dan menambahkan atau mengurangi daftar pemilih pada Pemilu 2024 di Kuala Lumpur.
“Atau tidak dijalankan karena masa percobaan satu tahun sejak putusan inkrah tidak melakukan pidana lain,” kata Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa malam, 19 Maret 2025.
Jaksa juga menyebut spesifik kepada terdakwa VII Masduki Khamdan Muhammad dengan tuntutan yang sama.
Ketujuh anggota non-aktif PPLN Kuala Lumpur ini didakwa memalsukan data dan daftar pemilih luar negeri pada Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia, atas lobi partai politik.
Mereka adalah Ketua PPLN Kuala Lumpur Umar Faruk, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Keuangan Tita Octavia Cahya Rahayu, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Data dan Informasi Dicky Saputra, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi SDM Aprijon, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Sosialisasi Puji Sumarsono, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu Khalil, dan dan bekas Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Logistik Masduki Khamdan Muhammad.
Sebelumnya, tujuh terdakwa itu kompak mengatakan tidak mengetahui tindak tanduk mereka akan diperkarakan di meja hijau. Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat harin ini mereka menyatakan menyesali, sebagian yang lain menerima perkara yang menimpa mereka sebagai takdir Tuhan.
Terdakwa VI, A. Khalil, mengatakan dirinya bergabung menjadi anggota PPLN ingin berbakti pada negara. Dia menyebut kalau pengabdiannya pada ujungnya tiba di pengadilan itu di luar pengetahuannya.
“Sebagai penyelenggara mendedikasikan diri kepada negara. Ujungnya begini, saya menyesal,” kata Khalil saat menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum soal penyesalan kinerja PPLN berujung di pengadilan.
Terdakwa IV Aprijon menyebut sejak dilantik sebagai PPLN pada 2 Februari 2024, dirinya ingin mewakafkan diri untuk mengabdi pada negara. Dia menyebut tidak ada niat macam-macam ketika menjadi anggota panitia pemilih.
“Di luar kemampuan saya (sampai di persidangan),” kata Aprijon.
Terdakwa II, Tita Oktavia Cahya Rahayu, juga tak menyangka seluruh kelalaian dan kurangnya pengetahuan dalam mengelola Pemilu di Kuala Lumpur berdampak fatal. Tita beralasan situasi ini juga akibat dari kurangnya pemahaman panitia soal aturan yang ada.
“Saya menyesal, kurang pemahaman di awal,” kata Tita.
Terdakwa V, Puji Sumarsono, juga tidak menyangka tindakannya selama menjadi PPLN Kuala Lumpur akan berujung di meja hijau. Meski demikian, dirinya tidak menyesali karena sudah ditakdirkan Tuhan. “Semua ketetapan Allah,” kata Puji.
Pilihan Editor: Sehari Setelah Sri Mulyani Laporkan Dugaan Korupsi di LPEI ke Jaksa Agung, KPK Umumkan Kasus 3 Debitur Naik ke Penyidikan