TEMPO.CO, Jakarta - Penasihat hukum tujuh anggota nonaktif Panitia Pemilihan Luar Negeri atau PPLN Kuala Lumpur akan menyampaikan pleidoi atau pembelaan atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
Tujuh anggota PPLN Kuala Lumpur nonaktif ini menjadi terdakwa pemalsuan daftar pemilih pada pemilihan umum atau Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia. Jaksa menuntut mereka dihukum enam tahun penjara dan denda sebesar Rp 10 juta atas dugaan pelanggaran pidana Pemilu.
“Tentu, kami akan memberikan pembelaan dan menjawab tuntutan jaksa,” kata penasihat hukum terdakwa VII Masduki Khamdan Muhammad, Akbar Hidayatullah, saat ditemui di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Selasa malam, 19 Maret 2024.
Akbar menyebut apabila Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menerima tuntutan yang juga dakwaan ihwal melanggar Pasal 544 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2022 akan menjadi kabar buruk terhadap penegakan hukum Pemilu.
Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa setiap orang yang sengaja melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih dapat dipidana penjara maksimal enam tahun dan denda Rp 72 juta. “Mengerikan, bisa jadi preseden buruk,” kata Akbar.
Akbar beralasan, tuntutan terhadap pelanggaran Pasal 544 tidak pernah bisa dibuktikan oleh Jaksa dalam persidangan. Dia mencontohkan, Jaksa menuding para terdakwa memalsukan data pemilih, tapi tidak ada data pembanding untuk dijadikan patokan bahwa itu data bodong.
“Misalnya dari data nomor sekian, data asli dan pembanding, itu tidak ada pembuktian,” kata Akbar.
Tuntutan Jaksa terhadap 7 Anggota Nonaktif PPLN Kuala Lumpur
Jaksa Penuntut Umum menuntut tujuh terdakwa dugaan pemalsuan daftar pemilih pada Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia, dengan pidana enam bulan penjara dan denda Rp 10 juta atau diganti kurungan tiga bulan. Jaksa menilai semua terdakwa terbukti melawan hukum dalam memalsukan dan menambahkan atau mengurangi daftar pemilih pada Pemilu di Kuala Lumpur.
“Atau tidak dijalankan karena masa percobaan satu tahun sejak putusan inkrah tidak melakukan pidana lain,” kata Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa malam, 19 Maret 2025. Jaksa juga menyebut spesifik kepada terdakwa VII Masduki Khamdan Muhammad dengan tuntutan yang sama.
Sebelum itu, tujuh anggota non-aktif PPLN Kuala Lumpur didakwa memalsukan data dan daftar pemilih luar negeri pada Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia, atas lobi partai politik. Mereka adalah Ketua PPLN Kuala Lumpur Umar Faruk, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Keuangan Tita Octavia Cahya Rahayu, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Data dan Informasi Dicky Saputra, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi SDM Aprijon, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Sosialisasi Puji Sumarsono, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu Khalil, dan dan bekas Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Logistik Masduki Khamdan Muhammad.
Sebelum menyatakan tuntutan, Jaksa merinci ihwal perbuatan yang memberatkan hukuman terhadap tujuh terdakwa, yaitu PPLN tidak menyelenggarakan Pemilu sesuai ketentuan yang berlaku.
Khusus Terdakwa VII, Masduki Khamdan Muhammad, Jaksa menyebut dia telah menyalahgunakan wewenang dalam merekrut petugas pemutakhiran data pemilih atau pantarlih yang berdampak pada proses pencocokan data dari awal hingga akhir tidak maksimal. Selain itu, Jaksa juga menilai Masduki pernah mangkir dari panggilan pemeriksaan. “Tidak memenuhi panggilan penyidikan dan akhirnya ditetapkan sebagai DPO,” kata Jaksa.
Sementara itu, ihwal tuntutan yang meringankan tujuh terdakwa adalah perbuatan tindak pidana Pemilu yang dilakukan sejak awal hingga pemungutan suara telah dianulir oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU atas rekomendasi Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu. Adapun, pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur telah terlaksana pada 10 Maret 2024.
Tak hanya itu, Jaksa juga menilai penonaktifan anggota PPLN dan sikap kooperatif dalam pemeriksaan hingga persidangan juga turut menjadi pertimbangan dalam meringankan tuntutan. “Tidak berbelit-belit,” kata Jaksa.
Selain itu, Jaksa menyebut status mahasiswa S-3 dari sebagian anggota nonaktif PPLN juga menjadi pertimbagan. Khusus Terdakwa II dan III, Jaksa menilai mereka memiliki tanggung jawab atas keluarga, anak, dan istri.
Pilihan Editor: Dilaporkan JATAM ke KPK Soal Dugaan Korupsi Izin Tambang, Bahlil: Saya Enggak Tahu ya