TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah organisasi masyarakat sipil mengecam penganiayaan terhadap warga Papua yang dilakukan oleh anggota TNI AD. Penganiayaan itu dilakukan oleh anggota Yonif Raider 300/Brajawijaya yang bertugas dalam Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) di Papua sejak 3 April 2023.
PAHAM: Extra Judicial Killing
Ketua Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) Papua, Gustaf R. Kawer, menilai tindakan aparat itu dapat dikategorikan pembunuhan di luar hukum (extra judicial killing) bila korban meninggal. “Tindakan aparat TNI tersebut merupakan tindakan penyiksaan di luar hukum," kata dia dalam keterangan tertulis, Jumat, 22 Maret 2024.
Atas nama PAHAM Papua, Gustaf mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Panglima TNI segera melakukan investigasi menyeluruh dan memproses hukum para pelaku ke pengadilan. "Hingga mendapat vonis yang maksimal termasuk dipecat dari kesatuan," kata Gustaf.
Imparsial: Bukti Pendekatan Keamanan tak Hormati HAM
Wakil Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra mengatakan peristiwa penganiayaan warga sipil oleh anggota TNI menjadi bukti berulangnya kasus kekerasan di Papua. Menurut Ardi, kejadian itu berulang karena pemerintah selalu menggunakan pendekatan keamanan dalam menangani konflik di Bumi Cendrawasih.
"Selama menggunakan pendekatan keamanan itu kekerasan politik dan pelanggaran HAM akan terus berlangsung di Papua," kata Ardi dalam rilis yang diterima, Sabtu 23 Maret 2024.
Ardi mengatakan pendekatan keamanan yang diterapkan terlihat dari upaya pemerintah yang terus mengirim pasukan TNI non-organik dari luar Papua. Alih-alih menyelesaikan konflik, pengiriman itu justru menimbulkan berbagai kekerasan politik di Papua.
Menurut Ardi, penyiksan tersebut merupakan tindakan yang keji dan sangat tidak berperikemanusiaan serta tidak dibenarkan dengan dalih dan alasan apapun. Penyelidikan secara menyeluruh dan independen harus segera dilakukan.
YLBHI: Praktik Terus Berulang
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengutuk keras praktik penyiksaan yang dilakukan oleh prajurit TNI terhadap warga Papua. Ketua YLBHI Muhammad Isnur mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia secepatnya melakukan penyelidikan dan menuntut para pelaku penyiksaan bertanggungjawab atas perbuatannya.
“Kami juga mendesak panglima TNI turun tangan melakukan penangkapan para pelaku,” ujar Isnur dalam keterangan resmi, Senin, 25 Maret 2024. Menurut dia, apa yang terjadi pada warga Papua bukan sekedar penganiayaan sebagai tindakan kriminal biasa, tapi tindakan penyiksaan.
Pada prinsipnya, kata Isnur, tindakan penyiksaan di Papua terjadi setelah tiga bulan perpanjangan Operasi Damai Cartenz 2024 yang berlaku sejak 1 Januari hingga 31 Desember 2024 nanti. LBH-YLBHI menyatakan bahwa pemerintah Indonesia seharusnya berupaya serius untuk mencegah praktek penyiksaan terjadi.
“Praktek penyiksaan di Papua bukan hal yang baru namun merupakan praktek yang terus berulang,” ujar dia. Karena itu, YLBHI menuntut Presiden RI dan DPR RI segera menghentikan pendekatan keamanan dalam upaya menyelesaikan konflik papua.
Amnesty International Indonesia: Bentuk TGPF
Amnesty International Indonesia meminta aparat mengusut dugaan penyiksaan oleh anggota TNI terhadap warga sipil di Papua. Amnesty menilai tidak boleh seorang pun di dunia ini, termasuk Papua, diperlakukan tidak manusiawi dan merendahkan martabat.
"Kejadian ini adalah penyiksaan kejam yang sungguh merusak naluri keadilan. Menginjak-injak perikemanusiaan yang adil dan beradab. Kepada keluarga korban, kami menyatakan duka mendalam,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, dalam keterangan tertulis, Sabtu, 23 Maret 2024.
Bagi Usman, peristiwa ini merupakan penyiksaan serius dan mengandung rasisme yang kuat. Selain semua pelaku bukan orang Papua, kata Usman, kata-kata yang keluar dari mulut penganiaya justru makian dan terkesan kejam dan rasis. "Kami mendesak dibentuknya tim gabungan pencari fakta untuk mengusut kejadian ini secara transparan, imparsial, dan menyeluruh,” kata Usman.
HAN REVANDA PUTRA | HENDRIK YAPUTRA | DEFARA DHANYA PARAMITHA | ADIL AL HASAN
Pilihan Editor: Sebby Sambom Sebut Warga yang Dianiaya Prajurit TNI Bukan Anggota TPNPB-OPM