TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy memberi pandangan yang berbeda soal kisruh pengiriman mahasiswa magang ke Jerman melalui program ferienjob, yang belakangan diduga modus tindak pidana perdagangan orang.
Menurut Muhadjir, kisruh ferienjob ini tidak diselesaikan lewat mekanisme hukum dengan membidiknya sebagai tindak pidana perdagangan orang atau TPPO. Sebab, kata dia, dugaan perdagangan orang itu, belum ditemukan kasus-kasus seperti penyiksaan, penyekapan, hingga eksploitasi tenaga kerja.
Sehingga menurut dia, kasus pengiriman mahasiswa magang ini berbeda dengan kasus-kasus TPPO yang pernah ditangani pemerintah sebelumnya. Karena itu, dia beranggapan bahwa tidak ada yang salah dari adanya program kerja magang dengan skema tersebut.
Ia berharap kasus ini bisa diselesaikan secara damai dan dicari solusi serta titik temu bagi semua pihak.
“Kalau memang bisa dicari solusi yang baik, jangan sampai ke tindak pidana TPPO. Kalau bisa dicari jalan yang damai lah atau jalan titik temu,” tutur Muhadjir, saat ditemui di area Gedung Kemenko PMK, pada Selasa, 26 Maret 2024.
Muhadjir bahkan menilai program magang mahasiswa ke negara Eropa ini bagus bagi mahasiswa. “Saya berharap skema kerja magang melalui program summer job ini, ini saya kira bagus." katanya.
Ia mengatakan mahasiswa-mahasiswa Indonesia biasanya juga mengambil magang ini dengan menjadi tukang petik buah apel atau anggur di pertanian. Kemudian kalau di kelautan mensortir, memilah-milah ikan hasil tangkapan. "Itu biasa,” ujar Muhadjir.
Menurut Muhadjir, mahasiwa seharusnya memang perlu untuk melakukan eksplorasi dan memiliki pengalaman yang berbeda dengan cara mengikuti program magang ke luar negeri.
“Dia akan punya pengalaman, misalnya pengalaman bagaimana bekerja di luar negeri, apalagi juga bersama-sama dengan pekerja-pekerja yang ada di sana tentang kedisiplinan, tentang etos kerja,” tuturnya.
Akan tetapi, dirinya mengakui bahwa pemerintah masih perlu membenahi prosedur dan kepastian dari program magang tersebut. “Memang saya kira nanti harus kita rapikan sih prosedur pemagangan,” imbuh Muhadjir.
Pembenahan tersebut yakni, menurut dia, termasuk dengan perjanjian insentif dan juga jenis pekerjaan. Bahkan, Muhadjir menilai, jika perlu, pemerintah bisa membuat lembaga khusus untuk menangani hal tersebut.
“Jadi menurut saya kalau ini bisa dilembagakan, diatur yang lebih rapih program bekerja musim libur atau summer job ini saya kira bagus untuk dijadikan bagian dari program pemagangan,” ujarnya.
Bareskrim Polri mengungkap dugaan TPPO dalam program ferienjob ke Jerman. Program ini diikuti 1.047 mahasiswa dari 33 universitas di Indonesia. Sejumlah kesaksian mahasiswa yang mengikuti program ini menyatakan apa yang mereka alami di Jerman tidak sesuai dengan penawaran atau kontrak yang disampaikan di awal.
Para mahasiswa itu juga tidak dibekali dengan keterampilan yang memadai agar bisa magang dan bekerja di sejumlah sektor jasa di Jerman. Seringkali mereka dieksploitasi dan bahkan harus di-PHK berkali-kali.
Para mahasiswa peserta ferienjob dibebankan biaya pendaftaran sebesar Rp 150.000, dan membayar 150 Euro untuk membuat LOA (Letter Of Acceptance). Para mahasiswa juga harus membayar dana talangan sebesar Rp30.000.000 sampai Rp 50.000.000. Dana talangan itu nantinya dipotong dari penerimaan gaji setiap bulan.
Setiba di Jerman, para mahasiwa diberikan surat kontrak kerja oleh PT SHB untuk kemudian didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman dalam bentuk bahasa Jerman yang tidak dipahami. Mereka mau tidak mau harus menandatangani surat kontrak kerja dan working permit. Para korban diminta untuk menjalankan ferienjob dalam waktu 3 bulan mulai dari Oktober 2023 sampai Desember 2023.
Dittipidum Bareskrim Mabes Polri telah menetapkan 5 orang sebagai tersangka, seluruhnya warga negara Indonesia (WNI).
Kelima tersangka ini terdiri dari SS (laki-laki) 65 tahun, AJ (perempuan) 52 tahun, MZ (laki-laki) 60 tahun. Sedangkan kedua tersangka yang masih berada di Jerman yaitu ER alias EW (perempuan) 39 tahun, A alias AE (perempuan) 37 tahun.
Atas perbuatannya, kelima tersangka dikenakan pasal 81 Undang-Undang no 17 tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp 15 miliar.
ADINDA JASMINE PRASETYO | ADIL AL HASAN | ADVIST KHOIRUNIKMAH