TEMPO.CO, Jakarta - Selasa subuh, 11 April 2017 tak pernah dinyana oleh eks penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan bakal menjadi malapetaka baginya. Sepulang dari salat di Masjid Al-Ikhsan dengan berjalan kaki pada pukul 05.10 WIB, dua orang bermotor tiba-tiba menyiram wajahnya dengan air keras.
Kendati peristiwa yang membuat salah satu netra Novel kehilangan pandang itu telah berlalu tujuh tahun lalu, namun kasusnya masih menyisakan kejanggalan. Dua pelaku penganiayaan itu sudah diproses secara hukum. Tapi ganjaran yang diberikan tak setimpal. Pelaku masing-masing hanya dipidana 1,5 dan 2 tahun penjara.
Baca Juga:
Lantas seperti apa kronologi penyiraman air keras kepada eks penyidik senior KPK Novel Baswedan?
Kronologi insiden yang menimpa Novel Baswedan itu diungkap Jaksa Penuntut Umum atau JPU pada sidang perdana kasus di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis, 19 Maret 2020. Adalah dalam agenda pembacaan dakwaan untuk kedua pelaku, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Berdasarkan dakwaan JPU, tujuan Rahmat menyerang Novel karena tak senang dengan penyidik senior KPK itu. Adapun Rahmat dan Ronny adalah anggota Polri. Novel dianggap mengkhianati dan melawan institusi mereka. Kala itu KPK dan Polri memang berseteru sejak 2015, hingga muncul sebutan “Cicak vs Buaya”.
Kasus berawal pada April 2017 saat Rahmat mencari alamat rumah Novel. Rahmat lalu menemukannya di daerah Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Pada Sabtu, 8 April 2017, sekitar pukul 20.00-23.00 WIB, Rahmat menggunakan motor Yamaha Mio GT milik Ronny memantau rumah tersebut. Dia mengamati akses di kompleks itu guna menentukan jalur melarikan diri saat beraksi.
“Terdakwa juga mengamati semua portal yang pada sekira pukul 23.00 WIB hanya ada satu portal yang dibuka sebagai akses keluar- masuk kompleks perumahan tempat tinggal Novel Baswedan,” ujar jaksa Fatoni.
Pengamatan dengan tujuan yang sama kembali dilakukan Rahmat pada Ahad malam, 9 April 2017. Setelah memastikan rumah Novel Baswedan, ia lantas pulang untuk beristirahat. Pada Senin, 10 April 2017, usai apel pagi di Satuan Gegana Korps Brimob Kelapa Dua, Depok, Rahmat mengembalikan motor ke Ronny.
Sekitar pukul 14.00 WIB, Rahmat menuju ke pool angkutan mobil Gegana Polri untuk mencari cairan asam sulfat (H2SO4) atau air keras. Setelah mendapatkannya, Rahmat lantas membawa cairan tersebut ke kediamannya. Kemudian Rahmat menuangkan air keras ke dalam mug kaleng motif loreng warna hijau, menambahkannya dengan air, menutupnya, membungkus, dan mengikatnya menggunakan plastik warna hitam.
Rahmat lantas pergi menemui Ronny pada Selasa, 11 April 2017, sekitar pukul 03.00 WIB. Sambil membawa mug berisi cairan asam sulfat, Rahmat meminta kepada Ronny agar ditemani ke kediaman Novel. Saat itu mereka melihat hanya ada satu portal yang terbuka dan dijaga oleh seorang petugas keamanan. Portal itu menjadi jalur keluar-masuk kendaraan pada malam hari.
Keduanya sempat berkeliling di sekitar rumah Novel dan berhenti di depan Masjid Al-Ikhsan, tepatnya di ujung jembatan di belakang mobil yang terparkir. Rahmat lantas membuka plastik tempatnya menyimpan mug berisi cairan asam sulfat, sementara Ronny yang duduk di atas motor mengamati setiap orang yang keluar dari masjid tersebut, termasuk Novel.
Sekitar pukul 05.10, Rahmat dan Ronny melihat Novel keluar dari masjid menuju rumahnya. Di saat itu Rahmat mengatakan hendak memberi pelajaran kepada seseorang dan meminta Ronny mengendarai motor dengan perlahan ke arah Novel. Ketika posisi Rahmat sejajar dengan Novel, dia langsung menyiramkan air keras ke wajah penyidik KPK itu. Setelah itu Rahmat meminta Ronny tancap gas melarikan diri.
“Ketika posisi terdakwa Rahmat sejajar dengan Novel Baswedan, terdakwa langsung menyiramkan cairan asam sulfat ke bagian kepala dan badan saksi korban Novel Baswedan,” kata JPU.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | ADAM PRIREZA
Pilihan Editor: Lima Kejanggalan Penetapan Tersangka Penyerang Novel Baswedan