TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian atau PSP Kementerian Pertanian (Kementan) Hermanto mengaku pernah diminta oleh Biro Umum untuk menyiapkan uang sebesar Rp 360 juta untuk membeli sapi kurban Syahrul Yasin Limpo. Jumlah itu merupakan akumulasi dari 12 ekor sapi yang dianggarkan.
“Tadi saya sampaikan total di PSP itu dibebankan 12 ekor sehingga nilainya kurang lebih Rp 360 juta sekian," kata Hermanto saat memberi kesaksian di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu, 8 Mei 2024.
Baca Juga:
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menghadirkan empat saksi dalam sidang lanjutan bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu, 8 Mei hari ini. Keempat saksi itu adalah Direktur Perbenihan Perkebunan Kementan Gunawan, Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Kasubag Tata Ysaha dan Rumah Kementan Lukman Irwanto, dan Bendahara Pengeluaran Direktorat Jenderal Prasaranan Sarana Pertanian Kementan Puguh Hari Prabowo.
Permintaan anggaran untuk sapi kurban itu tercatut dalam laporan yang disampaikan jaksa KPK dalam persidangan. Jaksa menyebut Hermanto diminta untuk menyediakan uang di luar anggaran Kementerian Pertanian untuk membeli sapi kurban.
Menanggapi itu, Hermanto menyebut awalnya hanya diminta menyiapkan anggaran untuk tiga ekor sapi kurban. Namun, jumlah itu bertambah menjadi 12 ekor senilai Rp 360 juta.
Meski demikian, Hermanto mengklaim tak mengetahui apakah hewan kurban itu dibeli atau tidak. "Tidak tahu, dibeli atau tidak atau mau dikasih kurban ke mana kami enggak tahu," kata Hermanto.
Sementara itu, Kasubag Tata Usaha dan Rumah Tangga Kementerian Pertanian Lukman Irwanto mengaku juga mendengar permintaan tersebut. Dia menyebut Biro Umum juga pernah meminta untuk anggaran sembako, sapi kurban, dan sewa pesawat. “Ada permintaan dari Biro Umum untuk kunjungan kerja menteri ke Maluku, Ternate, dan lainnya,” kata Lukman.
Soal menyewa pesawat, Lukman mengaku juga diminta membayar ke pihak travel sebesar Rp 1,4 miliar. Sewa privat jet ini disebut terjadi pada 2020 silam. “Sewa pesawat untuk menteri dan eselon 1 sebesar Rp 1,4 miliar,” kata dia.
Meski telah disewa untuk kegiatan Kementan, Lukman mengatakan para pucuk pimpinan tidak mengikuti kegiatan itu. “Pimpinan kami tidak ikut. Pimpinan itu Ditjen, eselon 2 di PSP,” kata dia.
Lukman mengaku anggaran sewa private jet ini terendus oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK. Dia mengatakan dalam laporan keuangan, BPK meminta pihak travel mengembalikan keuntungan sebesar Rp 140 juta yang dinilai terlalu tinggi. “Direkomendasikan BPK untuk memulangkan kelebihan pajak dan peruntungan ke kas negara,” kata dia.
Saat pembayaran, Lukman mengaku kesulitan untuk melunasi tagihan itu. Akhirnya, atas permintaan pimpinan, dia merevisi anggaran. “Barulah kami revisi anggaran. Pimpinan Pak Gunawan memerintahkan,” kata dia.
Jaksa KPK mendakwa SYL dan komplotannya melakukan pemerasan di lingkungan Kementan bersama dengan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono, serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta. "Secara bersama-sama telah melakukan pemerasan, serta gratifikasi senilai Rp 44,5 miliar," katanya, dalam sidang perdana, Rabu, 28 Februari 2024.
Syahrul Yasin Limpo dan kedua terdakwa lain dalam perkara korupsi di Kementan itu diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Juncto (jo.) Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pilihan Editor: Sidang Korupsi Syahrul Yasin Limpo, Jaksa KPK Hadirkan 4 Saksi dari Kementan