TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, mengatakan sempat menolak saat ditawari Menteri BUMN 2003, Laksamana Sukardi, untuk menjabat sebagai pimpinan di maskapai pelat merah itu. Ia baru menerima tawaran tersebut setelah tiga kali menolak.
Emirsyah diangkat menjadi Direktur Utama Garuda Indonesia sejak Maret 2003 sampai dengan Desember 2014. "Pertama-tama saya tolak karena memang posisi saya pada saat itu saya lebih nyaman menjadi Wakil Direktur Utama Bank Danamon," kata dia di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Kamis, 13 Juni 2024.
Dalam kesempatan itu, dia menjelaskan tidak langsung menerima tawaran Laksamana Sukardi untuk menjadi Dirut Garuda Indonesia karena karier profesionalnya adalah bankir.
Menurut Emirsyah, Menteri BUMN pada saat itu meminta dirinya menjadi Dirut Garuda sebanyak tiga kali. Dia diminta menjadi Dirut karena pada saat itu Garuda sedang kritis dan dalam kondisi pailit.
"Hutangnya US$835 juta pada saat itu dan tidak dibayar dan gaji pegawai pun bisa dibayar, bisa tidak. Jadi pada saat itu Menteri BUMN meminta, akhirnya saya terima," ujarnya.
Emirsyah Satar menjadi terdakwa perkara korupsi pengadaan pesawat Bombardier CRJ-100 dan ATR-72600 di PN Tipikor Jakarta, Senin, 18 September 2023.
Jaksa menyebut kasus itu menyebabkan kerugian negara mencapai US$ 609.814.504 (Rp 9,3 triliun dengan kurs dollar Rp 15.300).
"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, yaitu memperkaya diri sendiri Emisyah Satar, atau memperkaya orang lain yaitu, Agus Wahjudo, Hadinoto Soedigno, Soetikno Sedarjo, ATR, EDC/ Alberta SAS dan Nordic Aviation Capital yang merugikan negara atau perekonomian negara, yaitu keuangan negara Cq PT Garuda Indonesia seluruhnya sebesar 609.814.504 US dolar," kata jaksa pada Senin, 18 September 2023.
Jaksa mengatakan Emirsyah Satar tanpa hak menyerahkan rencana pengadaan armada atau Fleet Plan PT GA yang merupakan rahasia perusahaan kepada Soetikno Sudarjo, untuk selanjutnya diteruskan kepada Bernard Duc yang merupakan Commercial Advisor dari Bombardier.
Menurut Jaksa, Emirsyah Satar telah mengubah rencana kebutuhan pesawat Sub 100 Seater dari yang semula kapasitas 70 seats tipe Jet, menjadi kapasitas 90 seats tipe jet tanpa terlebih dahulu ditetapkan dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan.
Pilihan Editor: Korupsi Garuda Indonesia: Emirsyah Satar Ungkap Alasan Serahkan Dokumen Fleet Plan ke Airbus Group