Kecurangan baru terungkap setelah Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek melakukan pengecekan nilai rapor lewat aplikasi e-rapor. Setelah dibuka, ternyata nilai di e-rapor berbeda dengan yang diunggah di buku rapor sekolah.
"Sehingga akhirnya ditelusuri oleh Itjen Kemendikbud bersama kami dan akhirnya diketahui jelas lah, ada istilahnya di Depok itu 'cuci rapor' ya, ada cuci rapor yang dilakukan oleh sekolah," kata Ade.
Ade mengungkap bahwa 51 calon peserta didik itu berasal dari sekolah yang sama, yakni di sebuah SMP negeri di Depok. "SMP itu meluluskan 300 siswa, nah yang akhirnya diketahui cuci rapor itu ada 51 siswa. Itu data yang diberikan dari Itjen Kemdikbud," ucap Ade.
Nilai rapor dinaikan hingga 20 persen
Lebih lanjut, Ade mengungkapkan bahwa berdasarkan rapat dengan Kemendikbud, data yang dibuka mereka ada peningkatan nilai rapor 51 siswa hingga 20 persen dari nilai di e-rapor. "Karena kami kemarin rapat di Kemdikbud. Jadi Kemdikbud membuka, kalau tidak salah itu rata-rata dinaikkan 20 persen lah nilainya, dinaikkan sekitar 20 persen dari e-rapor," kata Ade.
Setelah puluhan calon peserta didik dianulir penerimaannya, kursi kosong yang ditinggalkan akan diprioritaskan untuk Keluarga Ekonomi Tidak Mampu (KETM). Menurut Ade, mekanisme tersebut sudah diatur mekanismenya sesuai Pergub Nomor 9 Tahun 2024.
"Jadi tidak serta-merta kepala sekolah mengisikan aja, tidak gitu ya. Pertama itu harus ada data sementara dari hasil pendaftaran, data CPD sementara hasil pendaftaran yang memenuhi syarat," kata Ade.
Selain itu, kursi kosong juga bisa diisi oleh siswa yang belum mendapatkan sekolah, baik negeri, swasta maupun juga ke Madrasah Aliyah. "Jadi sama sekali belum dapat sekolah dan juga saya dorong itu, terutama untuk yang keluarga tidak mampu, yang belum tertampung semua," ucap Ade.
Selanjutnya sanksi untuk guru cuci rapor...