TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyoroti kinerja Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar) yang dinilai tidak profesional dan lamban dalam menangani kasus dugaan penyiksaan polisi terhadap Afif Maulana.
"Ketidakprofesionalan turut dilegitimasi, dengan tidak diberikannya hasil autopsi atau visum et repertum almarhum Afif Maulana hingga saat ini." kata Direktur LBH Jakarta Arif Maulana dalam jumpa pers di di kantor KontraS, Jalan Kwitang II Jakarta Pusat, selasa, 6 Agustus 2024.
Arif mengatakan, lambannya proses penyelidikan dan pemeriksaan terhadap pelaku penyiksaan yang tidak transparan dapat dilihat sebagai upaya penghilangan bukti penyebab kematian Afif Maulana.
"Kita menyebutnya undue delay agar waktu itu habis, dugaan demikian sama halnya ada indikasi upaya penghilangan proses pembuktian apa sebenarnya penyebab kematian Afif Maulana." ujar Arif. "Secara medik ada limitasi waktu proses ekshumasi, agar nantinya dokter forensik yang melakukan tugas mendapat informasi keterangan kematian Afif Maulana secara maksimal."
Menurut Arief, kematian Afif Maulana dapat dikategorikan dalam kejahatan kemanusiaan. "Bukan delik biasa, kematian Afif masuk dalam pelanggaran HAM berat." kata Arif.
Afif Maulana adalah bocah 13 tahun yang ditemukan tewas di bawah jembatan Kuranji, Kota Padang, pada 9 Juni 2024. Diduga bocah itu menjadi korban kebrutalan aparat kepolisian. Polisi menyatakan Afif tewas setelah melompat dari Jembatan Kuranji karena menghindari penangkapan oleh polisi yang tengah menggelar razia untuk mencegah tawuran.
Pilihan Editor: Jaksa Bakal Ajukan Banding Atas Vonis 4 Terdakwa Kasus Korupsi Jalan Tol MBZ