TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang meminta Novel Baswedan cs kembali bekerja di lembaga antirasuah itu. Permintaan ini disampaikan kepada Ketua Sementara KPK Nawawi Pomolango saat melakukan audiensi pada Rabu, 14 Agustus 2024.
“Tadi meminta, memohon teman-teman yang ada di Polri sekarang supaya kembali saja kemari (ke KPK). Karena kami tau ya, ada beberapa orang di sana, Novel dan kawan-kawan,” kata Saut Situmorang usai pertemuan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Baca juga:
Selain Novel Baswedan, Saut juga meminta Harun Al Rasyid untuk kembali bekerja di KPK. Harun merupakan Mantan Kepala Satuan Tugas Penyelidikan KPK yang mendapat julukan Raja Operasi Tangkap Tangan (OTT). “Supaya itu memperkuat tiga persoalan yang kita sebutkan tadi di depan. Itu perlu orang-orang tadi, bahkan kita nyebut nama Raja OTT untuk balik lagi,” kata dia.
Sebab, pemerintahan mendatang mempunyai cita-cita pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen. Menurut Saut, angka itu membutuhkan indeks persepsi korupsinya mencapai 60. “Sekarang kan 34, jadi perlu extra effort, perlu orang-orang yang tetap di sana, supaya kemudian kita bisa lebih cepat lagi mengedepankan pemerataan perekonomian di Indonesia dan pertumbuhan ekonomi.”
Dalam pertemuan ini, Saut tidak sendiri. Dia datang bersama sejumlah pegiat antikorupsi lain, di antaranya Pimpinan KPK periode 2010-2014, Busyro Muqoddas; Penasihat KPK periode 2005-2013 Abdullah Hehamahua; dan mantan penyidik KPK sekaligus Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha.
Sebelumnya, Busyro mengungkap tiga persoalan yang dibahas dalam audiensi bersama Nawawi. Pertama, soal kemunculan istilah “Blok Medan” pada sidang kasus dugaan tindak pidana pencucian uang eks Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, yang menyeret nama Walikota Medan sekaligus Menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution, beserta putrinya, Kahiyang Ayu.
Kedua, soal proses seleksi Calon Pimpinan KPK atau Capim KPK. Ketiga, tentang status Firli Bahuri. “Nah tiga poin ini itu menjadi concern kami. Bukan kasus per kasus, tapi itu bagian dari makro yang akan disampaikan dan tidak lepas korelasinya dengan kultur, proses, dan mekanisme politik yang imperium penjungkir balikannya secara tatanan moral etika negara itu justru bersumber dari Istana Negara,” ujar Busyro.
Pilihan Editor: Jaringan TPPO Myanmar Ancam akan Amputasi Hendri jika Keluarga Tidak Setor Rp 500 Juta