TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto akan serius menyoroti perilaku korupsi pada masa pemerintahannya. Dalam pidato perdananya, Prabowo menyinggung soal kebocoran anggaran negara di era pemerintahan sebelumnya akibat pratik lancung tersebut. Karena itu dia meminta seluruh unsur pimpinan di pemerintahan memberikan contoh yang baik. Pemberantasan korupsi tidak akan berhasil jika pimpinannya tidak memberi contoh.
Menanggapi pidato Prabowo itu, Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman mengatakan, problematika pemberantasan korupsi di Indonesia bukan hanya perilaku pejabat yang korup, tetapi juga aparat penegak hukum yang kotor. “Indonesia harus punya sapu yang bersih untuk membersihkan korupsi, kalau sapunya kotor ya enggak mungkin,” kata Zaenur kepada Tempo, Senin, 21 Oktober 2024.
Zaenur mengatakan, problem korupsi di internal aparat penegak hukum masih menjadi potret buruk yang sampai hari ini terus terjadi di Indonesia. Terlebih setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilemahkan melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan UU KPK. “Problem pemberantasan korupsi itu kompleks dan salah satu yang menjadi problem adalah korupsi di internal penegak hukum itu sendiri,” kata Zaenur.
Zaenur mengatakan, jika pemerintah tidak memiliki niat memperbaiki kinerja aparat penegak hukum, pemberantasan korupsi hanyalah angan-angan belaka. “Kalau institusi penegak hukum bersih, maka bisa diharapkan punya kinerja pemberantasan korupsi yang baik, tapi kalau kotor ya penegak hukum hanya menjadikan kasus korupsi sebagai ‘ATM’,” kata Zaenur.
Sultan Abdurrahman berkontribusi dalam pembuatan artikel ini.