TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Ahmad Taufik, Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri, karena diduga terlibat korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) di Kementerian Kesehatan. Sumber dana pengadaan APD itu dari Dana Siap Pakai (DSP) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2020.
Menurut Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, konstruksi perkara itu bermula pada Maret 2020, Shin Dong Keun (SDK) selaku Dirut PT Yonsin Jaya sebagai perusahaan yang mewakili para produsen APD menunjuk PT Permana Putra Mandiri (PPM) sebagai distributor resmi APD selama dua tahun.
"PT GAI (GA Indonesia) selaku produsen APD juga menunjuk PT PPM sebagai distributor resmi APD selama dua tahun," kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 1 November 2024.
Pada 20 Maret 2020, Kemenkes melalui Pusat Krisis Kesehatan pada awal Covid19 membeli APD sebanyak 10 ribu pcs dari PT PPM dengan harga Rp 379.500/set.
Kemudian pada 21 Maret 2020, TNI atas perintah Kepala BNPB pada saat itu, mengambil APD dari produsen APD milik PT PPM di Kawasan Berikat, dan langsung mendistribusikan ke 10 provinsi dengan tidak dilengkapi dokumentasi, bukti pendukung, dan surat pemesanan.
Pada 22 Maret 2020, Shin Dong Keun dan Satrio Wibowo selaku Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (PT EKI) menandatangani kontrak kesepakatan sebagai authorized seller APD sebanyak 500 ribu set dengan nilai tergantung nilai tukar dollar saat pemesanan.
Pada 23 Maret 2020, PT PPM dan PT EKI menandatangani kontrak kerja sama distribusi APD, dengan margin 18,5 persen diberikan kepada PT PPM. Pada 24 Maret 2020, dalam rapat Harmensyah selaku KPA BNPB melakukan negosiasi harga APD dengan Satrio agar diturunkan dari harga US$ 60 menjadi UU$50.
Penawaran tersebut tidak mengacu pada harga APD (merk yang sama) yang dibeli oleh Kemenkes sebelumnya, yaitu Rp 370 ribu. Dalam rapat juga disimpulkan PT PPM akan menagih
pembayaran atas 170.000 set APD yang didistribusikan TNI dengan harga US$50/set atau sekitar Rp 700 ribu.
Pada 25 Maret 2020, PT EKI dan PT Yonsin Jaya melakukan pemesanan 500 ribu set APD dengan menyerahkan giro Rp 113 miliar bertanggal 30 Maret 2020. Dokumen kepabean dan dokumen lain sengaja menggunakan data PT PPM karena PT EKI tidak mempunyai izin penyaluran alat kesehatan, tidak memiliki gudang, dan Non PKP.
Pada 27 Maret 2020, Satrio menghubungi Kepala BNPB pada saat itu, diantaranya untuk segera dilakukan pembayaran terhadap 170 ribu APD yang diambil TNI, dan meminta diberikan SPK dari BNPB agar sesuai dengan pengamanan raw material dari Korea.
Pembayaran pertama Rp 10 miliar dilakukan pada 27 Maret 2020 dari Bendahara BNPB kepada Rekening BNI PT PPM, dimana pada saat itu belum ada kontrak ataupun surat pesanan. Pembayaran kedua sebesar Rp 109 miliar dilakukan pada 28 Maret 2020 dari PPK Puskris Kemenkes kepada Rekening BNI PT PPM.
Di sisi lain, HM baru menunjuk Budi Sylvana sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk pengadaan APD di Kementerian Kesehatan RI pada 28 Maret 2020. Sedangkan Surat Keputusan Penunjukan tersebut dibuat backdate tertanggal 27 Maret 2020. Pada rapat itu juga diterbitkan Surat Pesanan APD dari Kementerian Kesehatan kepada PT PPM sejumlah 5 juta set dengan harga satuan US$48,4 yang ditandatangani oleh Budi Sylvana) selaku PPK, Ahmad Taufik selaku Dirut PT PPM, dan Satrio Wibowo selaku Dirut PT. Energi Kita Indonesia.
Dalam surat tersebut tidak terdapat spesifikasi pekerjaan, waktu pelaksanaan pekerjaan, pembayaran, serta hak dan kewajiban para pihak secara terperinci. Selain itu, Surat Pemesanan tersebut ditujukan kepada PT PPM, tetapi PT EKI turut menandatangani surat tersebut.
Pada 15 April 2020, Kementerian Kesehatan memberikan Surat Pemberitahuan kepada Direktur PT PPM bahwa sampai dengan 15 April 2020, PT PPM telah mengirimkan APD sebanyak 790 ribu set dari total 5 juta set APD yang sudah dipesan.
Kemudian pada 7 Mei 2020, dilakukan negosiasi ulang harga, disepakati bahwa barang yang dikirim pada 27 April 2020 – 7 Mei 2020 dengan harga Rp 366.850 dengan jumlah 503.500 set. Barang yang dikirim setelah 7 Mei 2020 dengan harga Rp 294.000. Sampai dengan 18 Mei 2020, Kemenkes telah menerima sebanyak 3.140.200 set APD.
Dalam kasus korupsi APD ini, KPK akan menahan Ahmad Taufik untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 1-20 November 2024. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Kelas 1 Jakarta Timur, Cabang Rumah Tahanan KPK Gd. ACLC atau C1.
Sebelumnya, KPK juga telah melakukan penahanan terhadap tersangka korupsi APD, Budi Sylvana selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan dan Satrio Wibowo (SW) selaku Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia, terhitung sejak 3 Oktober 2024, dan diperpanjang per 17 Oktober 2024.
Ahmad Taufik disangkakan telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pilihan Editor: Polisi Tangkap 14 Tersangka Pembajakan Kapal di Tanjung Malatayur Kalimantan Tengah