Kepala Bidang Kependudukan Disdukcapil Depok Yulistiani menjelaskan, sosialisasi ini untuk mengetahui jumlah WNA yang tinggal di Depok. "Supaya kita tahu jumlah WNA, jadi mereka kita dorong untuk bikin SKTT," katanya kepada Tempo, siang ini. Nantinya data tersebut akan dilaporkan ke Departeman Dalam Negeri dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Operator Penduduk Pindah-Datang dan WNA Disdukcapil Teguh Santoso mengatakan sampai Maret 2010, jumlah WNA yang membuat maupun memperpanjang SKTT sebanyak 161 warga. Tetapi, pihak Disdukcapil meyakini jumlah WNA yang tinggal di Depok lebih dari itu.
Umumnya WNA di Depok tinggal di Kelurahan Harjamukti, Kelurahan Pondok Cina, dan Kelurahan Sukatani. "Nantinya kita akan fokuskan sosialisasi di kelurahan-kelurahan itu," kata Teguh.
Hampir 80 persen WNA yang tinggal di Depok merupakan mereka yang bekerja di luar wilayah Depok, seperti Cikarang dan Bekasi. "Kebanyakan mereka tinggal di Cibubur, tapi kerjanya di luar Depok," kata dia. Sedangkan 20 persen sisanya terdiri dari mahasiswa yang berkuliah di kampus-kampus di Depok dan keluarga dari WNA asing yang bekerja di Indonesia. WNA yang tinggal di Depok di dominasi oleh warga dari Cina dan Korea Selatan.
Adapun setiap harinya Disdukcapil mengurus 1 sampai 3 orang pemohon SKTT. Menurut Teguh, untuk mendapatkan SKTT ini setiap pemohon dikenakan biaya sebanyak Rp 50 ribu. Tetapi jika pemohon mengajukan SKTT lewat 14 hari dari waktu sejak dikeluarkannya Kartu Izin Tetap (Kitap) ataupun Kartu Izin Sementara (Kitas), maka pemohon dikenakan denda sebanyak Rp 250 ribu. "Begitu Kitas keluar dari imigrasi, WNA harus mengurus SKTT. Lewat 14 hari didenda," kata dia.
TIA HAPSARI