TEMPO.CO, Jakarta - Pilih mana: MRT atau GOR Lebak Bulus? Bagi Wakil Gubernur DKI, Basuki Purnama (Ahok), keduanya penting demi kemaslahatan warga Jakarta. Meski begitu, pemerintah DKI masih belum bersikap terkait dengan kelanjutan proyek pembangunan mass rapid transit (MRT).
Meski begitu, Ahok menyatakan tidak mau mengorbankan gelanggang olahraga (GOR) di Lebak Bulus untuk proyek MRT. "Kami tidak perlu mengorbankan GOR Lebak Bulus," kata Ahok, kepada wartawan di Balai Kota, Rabu malam, 21 November 2012.
Menurut Ahok, sebagai ibu kota negara, Jakarta sangat tidak berpihak kepada keberadaan ruang hijau dan ruang sosial di mana warga bisa berinteraksi sekaligus menyehatkan fisik dan aspek psikologis serta budaya.
Lebih banyak mal-mal dan pertokoan canggih (juga milik jaringan mancanegara) serta blok permukiman mahal yang dibangun dan dikembangkan, walau berlokasi di dekat kompleks sekolah. Beruntung Jakarta pernah memiliki Ali Sadikin sebagai gubernur (1966-1977) yang membangun Taman Ismail Marzuki dan beberapa lagi ruang-ruang untuk kepentingan publik.
Ahok mengatakan, perubahan desain proyek MRT dengan membongkar GOR Lebak Bulus hanya menambah pekerjaan rumah. "Padahal, sebelum GOR Lebak Bulus dibongkar, syarat yang harus dipenuhi harus ada pengganti. Mau bangun GOR lagi di mana," paparnya.
Sehingga, menurut Ahok, pembangunan MRT sebaiknya dikembalikan sesuai desain awal. "Kami konsisten. Jika mengubah desain baru harus ada alasan yang tepat. Kalau tidak ada alasan, Pak Gubernur tidak bisa loloskan," tuturnya.
Sekadar untuk diketahui, proyek pembangunan moda transportasi massal MRT terdiri dari dua koridor, yakni selatan-utara (koridor Lebak Bulus-Kampung Bandan) dan koridor timur-barat, dari timur Jakarta-Balaraja.
Proyek MRT merupakan kerja sama antara pemerintah pusat dan pemerintah Jepang dengan biaya sebesar 120 miliar yen atau setara Rp 15 triliun, melalui pinjaman dari Japan International Coorporation Agency (JICA).
WDA | ANT
Berita lain